SOLO, KOMPAS — Pemerintah Kota Solo direkomendasikan menjaga kawasan cagar budaya Taman Sriwedari, Solo. Karena itu, Pemkot Solo akan mempertahankan kawasan Sriwedari sebagai ruang publik.
”Pemkot Solo berupaya semaksimal mungkin menjaga tanah Sriwedari tetap sebagai ruang publik bagi warga masyarakat di Solo,” kata Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo dalam acara pemaparan terbuka eksaminasi putusan sengketa tanah Sriwedari di Solo, Jawa Tengah, Jumat (15/9).
Menurut Rudy, eksaminasi putusan sengketa tanah Sriwedari dilakukan untuk mengkaji putusan hukum sengketa tanah Sriwedari. Eksaminasi ini akan menjadi pegangan bagi Pemkot Solo dalam melakukan penataan kawasan seluas sekitar 10 hektar itu.
Untuk melakukan eksaminasi ini, Pemkot Solo telah membentuk tim eksaminasi yang beranggotakan sembilan orang, terdiri dari akademisi dan praktisi hukum. Tim ini diketuai Kunthoro Basuki (akademisi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) dan sekretaris Azas Tigor Nainggolan (advokat). Tim ini, antara lain, beranggotakan Asep Iwan Irawan (mantan hakim yang juga pengajar di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung) dan Tata Wijayanta (Guru Besar Fakultas Hukum UGM).
Kunthoro menuturkan, putusan sengketa tanah Sriwedari sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan itu harus dianggap benar dan dihormati. Namun, amar putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang telah dikuatkan putusan Mahkamah Agung, yang menghukum tergugat (Pemkot Solo) menyerahkan obyek sengketa (tanah Sriwedari) kepada penggugat (ahli waris), tidak menyatakan secara tegas alas hak kepemilikan obyek sengketa para penggugat (ahli waris).
”Padahal, obyek sengketa tersebut sekarang telah menjadi tanah negara,” ujar Kunthoro.
Tim eksaminasi menyimpulkan, status putusan itu tidak dapat dieksekusi sebab ahli waris RMT Wirjodiningrat selaku penggugat tidak memiliki alas hak atas tanah. Status tanah Sriwedari dikuasai langsung oleh negara.
Kunthoro menyebutkan, sesuai dengan Buku Pedoman Teknis Administrasi Peradilan Umum Mahkamah Agung edisi tahun 2017 halaman 104, suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dinyatakan non-eksekutabel (tidak dapat dieksekusi) oleh ketua pengadilan negeri.
”Disarankan kepada Pemerintah Kota Solo untuk mengajukan permohonan hak atas obyek sengketa dan menjaga kawasan cagar budaya tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Kunthoro.
Secara terpisah, kuasa hukum ahli waris RMT Wirjodiningrat, Anwar Rahman, mengatakan, status tanah yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah milik ahli waris setelah pencabutan sertifikat hak pakai nomor 11 dan 15 atas nama Pemkot Solo oleh Badan Pertanahan Nasional sesuai putusan Mahkamah Agung. Gugatan pengosongan lahan juga telah dimenangkan ahli waris. Pihaknya yakin, pengadilan akan segera melakukan eksekusi tanah Sriwedari.