TENGGARONG, KOMPAS — Supriyanto (38), warga yang mengaku pawang buaya, justru diduga diserang buaya di Sungai Galendrong, Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/9). Supriyanto berniat mencari Arjuna (16) yang hilang, tetapi hingga Minggu (18/9) malam dia belum ditemukan.
Sementara itu, Arjuna, yang Jumat sore lalu hilang saat mandi di sungai tersebut, ditemukan pada Minggu dini hari. Arjuna ditemukan tidak jauh dari lokasi dia mandi dan mengalami luka robek di kaki kanan dan pipi kanan serta luka-luka di bagian mulut.
”Melihat luka-lukanya, sepintas memang seperti bekas gigitan yang kemungkinan besar disebabkan buaya. Karena itu, kami menduga Supriyanto diserang buaya,” ujar Ajun Komisaris Triyanto, Kepala Kepolisian Sektor Muara Jawa, Kutai Kartanegara, Minggu.
Supriyanto, warga Muara Jawa, yang mencebur ke sungai pada Sabtu sore itu awalnya sudah dilarang beberapa orang, termasuk oleh polisi. Namun, Supriyanto tetap nekat, dengan alasan ingin membantu mencari Arjuna. Bahkan, sempat ada warga yang merekam kejadian tersebut.
Supriyanto yang hanya mengenakan celana pendek, berenang, dan ada seekor buaya di dekatnya. Supriyanto tampak santai, tetapi tiba-tiba tertarik ke bawah dan tidak muncul-muncul lagi. Tidak lagi terlihat ke mana buaya membawa karena air sungai keruh.
”Belakangan, kami baru tahu dia bukan pawang. Kami sempat percaya dia pawang karena dia bilang bisa membantu, tetapi kami sudah melarang. Dia masih nekat mencebur. Ternyata juga disergap buaya,” kata Triyanto seraya menyebut beberapa pawang buaya kini membantu mencari Supriyanto.
Camat Muara Jawa Safruddin mengatakan, warga setempat terbiasa melihat buaya berkeliaran di sungai tersebut. Namun, selama ini tidak pernah buaya menyerang manusia. Sebagian warga juga masih mandi dan mencuci di sungai yang berhulu di Sungai Dondang itu.
”Termasuk korban (Arjuna) dan keluarganya terbiasa ke sungai karena rumahnya dengat sungai. Enggak mengerti juga mengapa ada insiden itu. Melihat (almarhum) Arjuna, utuh tubuhnya. Enggak tercabik-cabik. Buaya sepertinya tidak berniat memangsa,” kata Safruddin.
Arjuna sebelumnya diketahui berenang bersama dua rekannya, Anas (17) dan Ardi (18), di sungai tersebut, di dekat sebuah dermaga kecil (jety) wilayah RT 017 Kelurahan Muara Jawa Ulu, Kecamatan Muara Jawa. Anas dan Ardi lebih dulu berenang lalu menepi.
Giliran Arjuna mencebur, tetapi selang beberapa saat ia mendadak tertarik ke bawah. Arjuna tidak lagi muncul sehingga membuat panik dua temannya. Terlebih lagi, ada yang sempat melihat buaya di sungai selebar 20-an meter itu.
Pemerhati satwa liar dari Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Amir Ma’ruf, menjelaskan, buaya menyerang jika merasa terganggu atau kehabisan pakan. Ini berkaitan dengan kondisi habitatnya.
”Sepanjang sungai itu hutan bakau, tetapi mulai banyak beralih fungsi menjadi tambak, juga rumah. Keasrian bakau bisa dibilang berkorelasi dengan ikan, salah satu pakan alami buaya. Bakaunya berkurang, sementara di sisi lain buaya bertambah,” kata Amir.
Seiring dengan terbukanya lahan, berarti pencemaran sungai meningkat. Air sungai keruh menjadi salah satu indikatornya. Faktor lainnya, buaya akan menjaga wilayah kekuasaannya. Jika ada yang mengganggu, buaya bisa saja bereaksi menyerang meski tidak memangsa.
”Gerakan mendadak, seperti saat kita berenang, bisa membuat buaya terganggu. Buaya tidak mau kita memasuki wilayahnya. Buaya sebenarnya tidak menempatkan manusia sebagai pakan. Mungkin karena itu mengapa ada korban yang ditemukan cukup utuh,” kata Amir.