SOREANG, KOMPAS — Petani di sekitar Gunung Rakutak, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menyambut baik pemberian izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain mendapat legalitas memanfaatkan hutan, mereka juga berkomitmen menghijaukan hutan.
”Setelah mendapatkan hak memanfaatkan hutan, kami berkomitmen menjalankan kewajiban memperbaiki fungsi hutan agar hijau kembali. Salah satunya, memperbanyak penanaman pohon tegakan,” ujar Oman (50), petani asal Desa Ibun, Kecamatan Ibun, yang mendapat izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS), Selasa (19/9).
IPHPS di kawasan Gunung Rakutak diberikan kepada 774 keluarga. Setiap keluarga mendapatkan izin pemanfaatan seluas sekitar 1,24 hektar. Mereka berasal dari tujuh desa di Kecamatan Pacet dan Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Perhutanan sosial diberikan pada kawasan dengan tutupan lahan di bawah 10 persen secara terus-menerus selama lima tahun atau lebih. Di kawasan hutan Gunung Rakutak yang semakin botak, luas perhutanan sosial diperkirakan mencapai 1.107 hektar.
Petani yang mengantongi IPHPS diwajibkan menjaga fungsi hutan dengan mengatur pola tanam. Jadi, tidak semua lahan digunakan untuk tanaman semusim.
Pola tanam tersebut diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial. Dalam pasal itu, dijelaskan pola tanam pada lahan efektif untuk produksi meliputi tanaman pokok hutan (50 persen), tanaman multiguna (30 persen), dan tanaman semusim (20 persen).
”Kami bersyukur diberi IPHPS karena menjadi pengakuan untuk mengelola hutan. Jadi, kami juga harus ikut melestarikan hutan,” ucapnya.
Oman mengatakan, sebelum mendapat IPHPS, petani juga telah berupaya untuk menghijaukan hutan dengan menanam tanaman keras, seperti pohon avokad dan pohon kayu putih. Namun, banyak tanaman mati karena kekurangan air.
Untuk itu, Oman berharap, pemerintah juga membangun akses air ke lahan yang dimanfaatkan warga. ”Mungkin bisa membuat pompa. Jarak mata air ke lahan yang dimanfaatkan sekitar 1,5 kilometer,” ujarnya.
Ketua Perkumpulan Pemuda Petani (Peta) Jabar Roni Usman mengatakan, IPHPS membuat petani lebih nyaman karena adanya kepastian legalitas. Pemberian tanda batas pada lahan yang dimanfaatkan sebagai tanggung jawab petani terhadap wilayah kerjanya.
”Petani bertanggung jawab pada lahan yang dimanfaatkan, termasuk untuk menanam tumbuhan yang tidak dipanen pohonnya, melainkan buahnya. Dengan begitu, hutan yang gundul menjadi hijau kembali,” lanjutnya.
Petani juga diberi kemudahan mendapatkan modal melalui pinjaman dari Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. Roni berharap, akses permodalan membuat petani lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Kepala Subdirektorat Pemolaan dan Perpetaan Direktorat Penyiapaan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK Agus Nurhayat menuturkan, pemanfaatan perhutanan sosial diintegrasikan dengan skema permodalan dan penyerapan hasil produksi. Sistem ini diharapkan meningkatkan kesejahteraan petani yang diberikan hak memanfaatkan hutan di kawasan Perhutani.
”Tidak boleh semuanya dimanfaatkan untuk tanaman semusim seperti sayuran. Tanaman tegakan harus diperhatikan karena tujuannya juga untuk menghijaukan hutan,” ujarnya.
Keuntungan hasil pemanfaatan perhutanan sosial itu dibagi untuk petani dan Perhutani dengan persentase beragam. Petani mendapat bagian lebih besar. Persentase terendah yang diperoleh petani adalah 70 persen untuk tanaman pokok hutan.
Kepala Bidang Analisis Pembiayaan Kehutanan BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Djoko Purnomo mengatakan, pinjaman akan disalurkan secara bergulir. Hal ini untuk mengamati efektivitas penggunan dana oleh petani.
”Petani, misalnya, meminjam pada awal masa tanam. Nanti akan disurvei untuk melihat potensi produksinya. Jika baik, dana pinjaman selanjutnya dapat disalurkan,” ucapnya. Pengembalian pinjaman dilakukan saat panen dengan bunga 3,25 persen.
Djoko menambahkan, pihaknya juga bermitra dengan perusahaan swasta untuk menampung hasil produksi petani. Namun, hal itu tidak mengikat, tetapi sebagai solusi jika petani tidak mempunyai akses menjual hasil produksinya.
”Mengenai jenis tanaman yang cocok ditanam, juga perlu diskusi lebih lanjut, mulai dari karakteristik tanahnya hingga kondisi pasar,” lanjutnya.