CIREBON, KOMPAS — Nelayan di pesisir Kota Cirebon, Jawa Barat, terancam tidak mendapatkan bantuan premi asuransi nelayan karena terkendala alat tangkap. Bantuan antara lain diperuntukkan bagi nelayan pengguna alat tangkap ramah lingkungan. Padahal, saat ini sebagian besar nelayan di Cirebon masih memakai alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 1/PER-DJPT/2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Asuransi bagi Nelayan Tahun 2017, pada Bab II Poin D (g), persyaratan bantuan premi asuransi nelayan (BPAN) ialah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Ketentuan ini juga terdapat pada petunjuk teknis BPAN No 175/KPA.5/PI.530/VII/2016. Adapun alat tangkap tidak ramah lingkungan yang dimaksud antara lain arad, garuk, dogol, dan cantrang.
”Artinya, kalau nelayan pakai alat tangkap tidak ramah lingkungan, tidak dapat bantuan asuransi. Begitupun jika ingin mengajukan klaim asuransi, tidak diterima,” ujar Kepala Seksi Perikanan Tangkap di Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kota Cirebon Daud Suherman, Senin (25/9).
BPAN merupakan bantuan pembayaran yang diberikan dalam bentuk uang untuk jangka waktu penanggungan asuransi satu tahun sejak nelayan mendapatkan asuransi. Penerima bantuan akan mendapatkan santunan jika kecelakaan saat aktivitas penangkapan ikan Rp 200 juta (apabila meninggal) dan Rp 100 juta (cacat tetap). Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun ini menargetkan penerima bantuan sebanyak 500.000 nelayan.
Menurut Daud, pihaknya telah menawarkan jaring milenium sebagai alat tangkap pengganti bagi 93 perahu di bawah 5 gros ton (GT) di pesisir Kota Cirebon. Sebelumnya, pihaknya mendapatkan pengajuan penggantian alat tangkap tidak ramah lingkungan sebanyak 123 perahu. Adapun total perahu di bawah 10 GT di Kota Cirebon tercatat 187 unit.
”Sebagian besar perahu di sini masih pakai arad yang tidak ramah lingkungan. Kami telah memberikan alat tangkap pengganti, tetapi nelayan menolak. Hanya di Kota Cirebon yang begitu,” ujar Daud.
Untuk itu, pihaknya tidak dapat mengajukan BPAN dan mencairkan santunan asuransi bagi nelayan yang tidak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Padahal, saat ini, 419 nelayan sudah menerima BPAN. Pihaknya masih mendata jumlah seluruh nelayan di Kota Cirebon. ”Alat tangkap pengganti itu masih ada jika nelayan mau,” ucapnya.
Ketua Rukun Nelayan Samadikun, Kota Cirebon, Sofyan menilai, aturan untuk tidak mencairkan santunan asuransi bagi pemilik BPAN merugikan nelayan. ”Kami tidak pernah diberi tahu bahwa asuransi yang diterima itu persyaratannya pakai alat tangkap ramah lingkungan,” katanya.
Saat ini, Sofyan berupaya membantu klaim asuransi bagi keluarga nelayan atas nama Buwang (52), warga Samadikun, yang meninggal saat memperbaiki jaring pada April lalu. Namun, pencairan tidak dapat dilakukan karena yang bersangkutan melaut menggunakan arad.
Terkait penggantian alat tangkap, lanjutnya, nelayan terpaksa menolak karena jaring yang ditawarkan hanya sembilan helai. ”Padahal, nelayan membutuhkan minimal 25 helai. Jangan sampai, kalau diterima tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan, nantinya bantuan itu dijual atau dipindahtangankan,” lanjutnya.
Pemerintah sebelumnya menunda pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan hingga akhir 2017. Pelarangan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.