Pengelolaan Transportasi Masih Jadi Masalah Bandung
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Buruknya pengelolaan transportasi masih menjadi permasalahan utama yang belum bisa dipecahkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Kemacetan lalu lintas semakin sering terjadi, terutama saat akhir pekan, sehingga mengganggu aksesibilitas warga.
Hal itu dikemukakan Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagdja pada rapat paripurna istimewa dalam rangka Hari Jadi Ke-207 Kota Bandung di Gedung DPRD Kota Bandung, Senin (25/9). Turut hadir dalam acara itu seluruh anggota DPRD Kota Bandung, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Wakil Wali Kota Bandung Oded Danial, dan Sekretaris Daerah Kota Bandung Yossi Irianto.
”Transportasi Kota Bandung, menurut kami, masih menyimpan permasalahan. Sistem transportasi yang terintegrasi belum betul-betul melayani masyarakat yang semakin bertambah. Akibatnya, akhir-akhir ini Kota Bandung mudah macet,” ujar Isa.
Ia mencontohkan keberadaan terminal dan halte yang fungsinya belum maksimal. Banyak angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Ketika tidak tertata, aktivitas itu turut menyumbang kemacetan lalu lintas.
Kamil mengatakan, pengelolaan transportasi memang masih menjadi persoalan di Kota Bandung. ”Saya akui, transportasi dan banjir masih jadi fokus utama permasalahan yang akan terus kami benahi,” ujar Kamil.
Ia menjelaskan, pihaknya terus membenahi transportasi. Salah satunya adalah rencana membangun kereta ringan metro kapsul Bandung. Transportasi publik itu direncanakan akan dibangun untuk rute Stasiun Besar Bandung-Dalem Kaum sejauh 3 kilometer. Menurut rencana, kereta dengan daya angkut 24.000 orang per jam itu akan beroperasi pada 2018.
Kalau di Jakarta, ada banyak opsi transportasi. Kalau di Bandung, hanya angkot. Itu pun belum ke semua wilayah.
Penataan lalu lintas teranyar yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung adalah memasang 132 kamera pengawas dan pengeras suara di 40 persimpangan jalan di Kota Bandung. Kamil menyebutkan, terobosan itu diharapkan membuat semua pihak tertib di jalan raya.
”Petugas akan menegur pengendara yang melanggar lalu lintas melalui pengeras suara karena pantauan kamera yang terhubung ke dalam ruang kontrol Dinas Perhubungan Kota Bandung,” katanya.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, mengatakan, transportasi di Kota Bandung memang masih buruk. Selain karena minim opsi transportasi umum selain angkot, trayek yang beroperasi juga tidak menjangkau seluruh wilayah Bandung.
”Kalau di Jakarta, ada banyak opsi transportasi. Kalau di Bandung, hanya angkot. Itu pun belum ke semua wilayah. Jalannya pun sempit, volume kendaraan terus bertambah,” ujar Djoko.
Ia menuturkan, kondisi Kota Bandung terus bergerak menjadi kota metropolitan karena menjadi ibu kota provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan transportasi massal yang terintegrasi sangat diperlukan di Kota Bandung.
Populasi
Kamil mengatakan, masalah Kota Bandung ke depan adalah jumlah populasinya yang terus bertambah. Ia mengatakan, dalam beberapa tahun mendatang, jumlah warga yang sehari-hari beraktivitas di Kota Bandung mencapai 4 juta orang. Saat ini, jumlah warga Bandung lebih dari 2,4 juta orang, ditambah 1 juta orang dari sekitar Kota Bandung yang beraktivitas di dalam kota setiap hari.
Kamil, yang memutuskan untuk tidak melanjutkan jabatannya seteleh selesai pada 2018, menyatakan, pertumbuhan jumlah penduduk itu akan membuat Kota Bandung harus memikirkan masalah tempat tinggal dan lingkungan pendukung warga tersebut.
”Populasi baru artinya butuh rumah baru. Artinya, kebutuhan air bersih, kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, hingga transportasi harus diperbaiki. Ini yang ke depan harus diantisipasi,” tutur Kamil.