BANDA ACEH, KOMPAS — Dua tahun terakhir, produksi kopi gayo di kawasan Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, Provinsi Aceh, mengalami penurunan. Serangan hama penggerek batang, ulat pemakan buah, dan perubahan cuaca mengancam produksi kopi gayo.
Dina Fitrah (31), petani kopi di Desa Reronga, Kecamatan Gajah Putih, Bener Meriah, Senin (26/9), mengatakan, tahun ini hasil panen tidak begitu menggembirakan. Kebun kopi jenis arabika milik keluarganya dengan luas 1 hektar tahun ini hasil panennya menurun. Dua tahun lalu dalam 1 hektar dapat menghasilkan 700 kilogram kopi, tetapi tahun ini diperkirakan hanya menghasilkan 500 kg.
Dina mengatakan, serangan hama ulat pemakan buah menyebabkan panen tidak maksimal. Kebanyakan satu biji dari dua biji pada setiap buah kopi tidak tumbuh sempurna, bahkan ada yang busuk. ”Bijinya dimakan ulat sehingga yang bisa dipakai hanya sebelah,” kata Dina.
Selain serangan hama, perubahan iklim, yakni kenaikan suhu panas bumi, juga memengaruhi produktivitas kopi.
Namun, kata Dina, meski produksi sedikit menurun, harga kopi masih menjanjikan. Buah kopi bulat satu kaleng, setara 12 kg, di tingkat petani dijual Rp 90.000 hingga Rp 100.000. Tingginya harga kopi membuat petani kopi gayo masih menaruh harapan besar produksi kembali meningkat.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, produksi kopi di tiga kabupaten itu pada 2013 sebanyak 43.224 ton, tetapi pada 2015 menjadi 41.937 ton. Pada periode tersebut penurunan paling drastis terjadi di Bener Meriah, yakni dari 15.000 ton menjadi 11.526 ton. Adapun luas lahan kopi di tiga kabupaten itu mencapai 103.148 hektar.
Meski demikian, penurunan produksi belum memengaruhi kegiatan ekspor kopi ke luar negeri. Para eksportir masih dapat memenuhi permintaan pembeli. Pemerintah daerah juga kian gencar mengampanyekan kopi gayo ke Eropa. Pekan lalu Pemprov Aceh dan Pemkab Bener Meriah mengikuti festival kopi di Turki dan pada Juni lalu mengikuti festival serupa di Hongaria.
Direktur Koperasi Baburrayan Rizwan Husen, salah seorang eksportir kopi gayo, mengatakan, konsumsi kopi warga Eropa tinggi. Namun, ekspor kopi gayo ke Eropa secara langsung minim. Pasar utama kopi gayo adalah Amerika Serikat. ”Padahal, jika importir Eropa membeli langsung dari Gayo, kita bisa menjual dengan harga lebih tinggi karena rantai perdagangan semakin pendek,” kata Rizwan.
Dalam setahun, Rizwan mengekspor 2.000 ton kopi green bean kelas satu dengan harga 5,5 dollar AS-6 dollar AS per kilogram. Sebanyak 80 persen dikirimkan ke Amerika Serikat dan sisanya dijual ke Eropa dan Australia.
Rizwan mengatakan, kopi gayo memiliki masa depan yang bagus, terlebih Uni Eropa sudah mengakui kopi gayo memenuhi standar. Keterlibatan pemda mempromosikan kopi ke sejumlah negara meningkatkan kepercayaan diri eksportir.