Jaringan Irigasi di Manggarai Jebol, 1.000 Hektar Sawah Terancam Gagal Panen
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
RUTENG, KOMPAS — Jaringan irigasi Wae Mantar II di Neo, Desa Tal, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, jebol akibat hujan deras mengguyur wilayah itu pada Senin (25/9). Padi di sawah seluas 1.000 hektar yang berusia 40-85 hari terancam gagal panen. Petani meminta pemerintah segera memperbaiki kerusakan irigasi itu.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Tadeus Tini setelah mengunjungi irigasi Wae Mantar II di Ruteng, Selasa (26/9), mengatakan, sawah seluas 1.000 hektar itu milik petani dari tiga desa, yakni Paka, Iteng, dan Wewa. Hujan deras pada Minggu-Senin lalu menyebabkan jaringan irigasi Wae Mantar II yang dibangun tahun 2009/2010 itu jebol.
”Air tidak bisa mengalir ke lahan pertanian warga seluas 1.000 hektar itu. Sementara kondisi padi yang berusia 40-85 hari sangat membutuhkan asupan makanan sehingga diperlukan air yang cukup. Jika air tidak lagi masuk ke lahan pertanian warga, tanaman padi itu terancam gagal panen,” tutur Tini.
Lahan pertanian Satar Mese merupakan tulang punggung pertanian di Manggarai. Produksi beras di Manggarai rata-rata 86.000 ton per tahun dari total produksi NTT sebesar 300.000 ton. Hampir semua dari 22 kabupaten/kota di NTT memproduksi beras. Selain Manggarai, ada pula produksi dari Manggarai Barat 75.000 ton, Malaka 60.000 ton, dan Rote Ndao sebesar 10.000 ton per tahun.
Jika kerusakan irigasi tidak ditangani segera, hal itu dapat berdampak buruk terhadap produksi padi di Manggarai tahun ini. Manggarai dikenal sebagai salah satu daerah produksi padi terbesar di NTT. Itu bersumber dari Kecamatan Satar Mese.
BPBD NTT telah mengajukan proposal bantuan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ia berharap BNPB segera menanggapi proposal bantuan tersebut. Petani pun sedang menunggu kepastian dari pemerintah.
Anggota DPRD NTT, Boni Jebarus, meminta pemerintah segera membantu ratusan petani di Manggarai yang sangat menggantungkan nasib pada irigasi Wae Mantar II Neo tersebut. Kehadiran irigasi itu tidak hanya untuk tanaman padi di sawah, tetapi juga tanaman lokal lain, seperti jagung, umbi-umbian, pisang, bua-buahan, dan sayur-sayuran.
Anton Dagol, warga Desa Paka, Kecamatan Satar Mese, menyebutkan memiliki 3 hektar sawah. Padinya baru berusia 70 hari. Rata-rata ia memanen 4 ton padi gabah kering per musim panen. Itu jika irigasi berfungsi normal.
”Kami minta pemerintah segera memperbaiki irigasi ini. Jika irigasi ini terus direhabilitasi, tidak akan terjadi kerusakan seperti sekarang. Irigasi itu sudah lama, sebagian dinding irigasi sudah lapuk, tetapi tidak pernah mendapat perhatian pemerintah. Petani sudah lapor beberapa kali kepada penyuluh, tetapi tidak ditanggapi,” tutur Dagol.