Masih Rendah, Laju Penurunan Kemiskinan di Jawa Barat
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Laju penurunan kemiskinan di Jawa Barat masih rendah. Dari target 1 persen per tahun, penurunan kemiskinannya hanya 0,06 persen per tahun.
Fakta ini terungkap dalam rapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah III Cirebon di Gedung Negara, Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (27/9). Hadir dalam acara itu antara lain Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Yerry Yanuar, dan Kepala Dinas Sosial Jawa Barat Arifin Harun.
Deddy mengatakan, saat ini tingkat kemiskinan di Jawa Barat mencapai 8,71 persen dari total penduduk sekitar 48 juta jiwa. Artinya, sebanyak 4.168.000 jiwa di Jawa Barat masih tergolong miskin.
Tingkat kemiskinan itu hanya turun 0,06 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 8,77 persen. Daerah yang berkontribusi menurunkan angka kemiskinan terbesar adalah Kota Bandung, Kota Banjar, Kota Cimahi, Kota Depok, dan Kabupaten Bogor. ”Pencapaian itu belum signifikan. Kami ingin penurunan kemiskinan per tahun mencapai 1 persen,” ujar Deddy. Dengan penurunan 1 persen, setidaknya ada 41.000 orang yang bisa keluar dari kemiskinan.
Kategori warga miskin yang dimaksud antara lain penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, dengan luas tempat tinggal sekitar 8 meter persegi. Nelayan, buruh tani, dan buruh perkebunan umumnya masuk dalam kategori ini.
Menurut Deddy, salah satu kendala menurunkan laju kemiskinan ialah persoalan data kemiskinan. ”Saya pernah mendapatkan data dalam satu desa ada warga miskin yang dapat empat program pengentasan rakyat dari kemiskinan. Sementara warga lainnya yang juga miskin sama sekali tak tersentuh program,” ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota untuk menjalankan program penurunan kemiskinan. Program itu ialah Program Keluarga Harapan (PKH), Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, dan beras untuk masyarakat sejahtera (rastra).
Tidak merata
Yerry Yanuar mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada 2016 mencapai 5,6 persen. Ini di atas rata-rata nasional, yakni 5,2 persen. Laju pertumbuhan ekonomi tertinggi masih disumbangkan Kota Bandung dan wilayah utara Jawa Barat, seperti Karawang dan Bekasi, yang mendapatkan kucuran investasi industri.
Akan tetapi, kesejahteraan belum sepenuhnya meningkat. Tingkat pengangguran terbuka, misalnya, mencapai 8,89 persen dan ketimpangan yang diukur dari gini rasio mencapai 0,4 persen. Begitu pun tingkat kemiskinan masih tercatat 8,77 persen atau lebih dari 4,1 juta jiwa.
”Artinya, investasi yang masuk tidak menetes hingga ke masyarakat bawah. Pemerataan tidak terjadi,” ujar Yerry. Kota Cirebon yang seharusnya mendapatkan berkah dari beroperasinya Jalan Tol Cikopo-Palimanan, misalnya, masih tergolong sebagai kota dengan tingkat kemiskinan tinggi di Jawa Barat.
Yerry mengatakan, penurunan laju kemiskinan dapat optimal jika data terpadu selalu diperbarui dengan pendampingan dari pemerintah daerah hingga pemerintah desa. Untuk itu, pihaknya tahun ini menggelar pelatihan untuk semua pemerintah daerah guna mengintegrasikan data kemiskinan yang selama ini berbeda setiap instansi dan lembaga. ”Selanjutnya, pengembangan potensi daerah. Jabar berpeluang mengembangkan sektor pariwisata,” ucapnya.
Arifin Harun mengingatkan, pembaruan data harus sesuai dengan kondisi di lapangan. ”Jangan sampai yang mendapatkan bantuan malah punya banyak emas. Kalau yang begitu dapat bantuan, dia bisa dipidanakan,” ujarnya.