MANADO, KOMPAS — Pemerintah Amerika Serikat memperketat impor ikan masuk ke negaranya dari enam negara anggota Coral Triangle Initiative atau segitiga terumbu karang dengan persyaratan wajib memiliki sistem dokumentasi hasil tangkap berikut ketelusuran asal ikan tangkapan atau catch documentation traceability (CDT).
Humas dari Sekretariat Coral Triangle Initiative (CTI) di Manado, Andie Wibisono di Manado, Kamis (28/9), mengatakan, persyaratan impor diterapkan Pemerintah Amerika Serikat per 1 Januari 2018.
Meski demikian, kata Andie, Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) memberikan bantuan 250.000 dollar AS bagi CTI untuk menyosialisasikan aturan tersebut. Dana itu juga akan dimanfaatkan untuk program pendampingan serta kerja sama antara pihak swasta dan pemerintah setiap negara.
Michael Abbey dari Office of International Affairs and Seafood Inspection (IASI) NOAA mengatakan, persyaratan itu bertujuan memelihara keanekaragaman hayati laut negara penghasil ikan, termasuk Indonesia. ”Sistem impor disyaratkan Amerika Serikat, kemudian diikuti aplikasi eletronik hasil tangkapan ikan, yang dapat mendeteksi proses penangkapan hingga ikan dikemas dijual ke Amerika Serikat,” ujarnya.
Amerika Serikat merupakan pasar besar bagi negara CTI untuk menjual ikan setelah Eropa. Nilai impor ikan Amerika Serikat setiap tahun mencapai 96 miliar dollar AS. ”Semua negara pengekspor harus tunduk atas sistem yang dibangun Amerika Serikat jika mau ikannya diterima,” katanya.
Aris Budiarto dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, persyaratan Pemerintah Amerika Serikat akan memaksa pengusaha perikanan nasional meningkatkan mutu ekspor sekaligus melakukan dokumentasi secara elektronik.
Dari enam negara anggota CTI, Indonesia, Filipina, dan Malaysia menjadi pemasok utama ikan ke Amerika Serikat, sedangkan Kepulauan Soloman, Timor-Leste, dan Papua Niugini cenderung ekspor ke Eropa.
Menurut Aris, Indonesia paling maju dari negara-negara ASEAN untuk penerapan sistem dokumentasi hasil tangkapan dan ketelusuran karena mendapat dukungan dari asosiasi pengusaha ikan, industri perikanan, dan perguruan tinggi.
Aris mengatakan, pengusaha perikanan nasional telah memahami sistem ini setelah Uni Eropa mensyaratkan hal yang sama. ”Kalau Eropa bertumpu pada paper base, sertifikat hasil tangkap ikan. Sekarang lebih maju dengan aplikasi elektronik,” ujarnya.
Diharapkan dari proses pengembangan dan penerapan sistem CDT dimaksud, kegiatan IUU Fishing dan seafood fraud dapat dikurangi sekaligus meningkatkan praktik perikanan berkelanjutan dan mendukung upaya pelestarian kekayaan keanekaragaman hayati laut di kawasan segitiga terumbu karang.