Lima Kelurahan di Padang Dilanda Kekeringan
PADANG, KOMPAS — Lima kelurahan di dua kecamatan di Kota Padang, Sumatera Barat, dilanda kekeringan lebih dari tiga minggu terakhir. Kekeringan diakibatkan jebolnya tanggul Bendungan Lubuk Laweh di Kelurahan Tarantang, Kecamatan Lubuk Kilangan.
Akibatnya, warga kesulitan mendapatkan air. Selain itu, ratusan hektar sawah belum bisa ditanami dan budidaya ikan air deras di puluhan kolam dihentikan.
Data Dinas Pertanian Kota Padang menunjukkan, kelurahan yang dilanda kekeringan adalah Kelurahan Tarantang di Kecamatan Lubuk Kilangan serta Kelurahan Kampung Jua, Kelurahan Kampung Baru Nan XX, Kelurahan Pampangan, dan Kelurahan Banuaran di Kecamatan Lubuk Begalung. Semua kelurahan itu selama ini mendapatkan pasokan air dari Bendungan Lubuk Laweh.
Berdasarkan pantauan Kompas, tanggul yang jebol berada di Daerah Aliran Sungai Batang Arau, sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Padang. Bendungan menjadi kering karena air sungai tidak mengalir ke sana, melainkan ke sungai di sebelahnya. Air juga sulit masuk ke bendungan karena bendungan hampir penuh oleh sedimen.
Sekitar 50 meter dari bendungan, puluhan kolam budidaya ikan air deras milik warga Tarantang, baik yang berukuran besar maupun kecil, mengering. Menurut Kepala Seksi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Sosial Kelurahan Tarantang Syahrial, total kolam ikan yang kering sebanyak 31 kolam.
Agar tidak rugi besar, pemilik kolam memutuskan memindahkan sebagian ikan ke kolam milik saudara di kelurahan lain atau panen lebih awal, kemudian dijual dengan harga yang lebih murah. ”Dari sepuluh kolam, saya hanya bisa memindahkan satu kolam berisi ikan nila. Sisanya mati atau dijual murah dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per kilogram. Biasanya bisa sampai Rp 30.000 per kg. Kalau rata-rata satu kolam berisi 1,5 ton ikan, saya rugi jutaan rupiah,” tutur Fitria Eka Wati (35), salah satu warga pemilik kolam.
Di depan rumah Fitria terdapat kolam kecil untuk menampung sisa ikan yang belum dijual. Karena membutuhkan arus, sementara air terbatas, dia harus memodifikasi kolam itu laiknya akuarium agar air yang ada tetap berputar. ”Kalau tidak seperti ini, ikan bisa mati,” kata Fitria.
Tidak hanya kolam ikan, sumur warga sebagian besar juga mulai mengering. Akibatnya, warga mulai mengeluh kesulitan mendapatkan air, khususnya untuk mandi, cuci, dan kakus. Sementara untuk minum dan masak, mereka menggunakan air galon.
”Sumur saya masih ada air, tetapi airnya semakin berkurang. Apalagi, tidak hanya saya dan keluarga yang memanfaatkannya, tetapi juga tiga rumah tetangga menyedot air dari sana. Kemarin ada warga lain yang minta ikut menyedot, tapi saya tolak karena sudah terlalu banyak. Kalau untuk sekadar mengambil air saya bolehkan,” kata Junierti (43), warga Tarantang lainnya.
Menyiasati kondisi itu, sejumlah warga harus mencari air ke perbukitan, sekitar 200 meter dari permukiman mereka. Begitu menemukan mata air, mereka membuat lubang, kemudian memasukkan ember untuk menampung air. Pada ember tersebut, mereka memasang selang untuk mengalirkan air ke rumah masing-masing.
Siang hari, terutama saat kondisi terik, jumlah air yang berasal dari bukit sangat sedikit. Oleh karena itu, warga yang ingin mandi dan lainnya harus berjalan kaki ke sungai yang berjarak sekitar 500 meter. Itu pun tidak mudah karena melalui medan yang sulit. ”Kami berharap pemerintah segera memperbaiki bendungan agar kondisi seperti ini tidak terus berlanjut,” kata Yusrizal (38).
Sawah kering
Bendungan yang jebol itu juga membuat sekitar 200 hektar sawah di lima kelurahan itu tidak mendapatkan air sehingga sawah tidak bisa diolah untuk memulai masa tanam baru. Memang ada sebagian sawah yang telah ditanami padi, tetapi kondisinya mengkhawatirkan karena daunnya mulai menguning dan kering. Ditambah tanah juga mulai retak-retak.
Selain itu, bibit yang telah disemai petani dan seharusnya ditanam mulai rusak. ”Ini sudah satu bulan lebih. Setengahnya rusak dan lainnya meski masih bagus tidak mungkin bisa dipakai lagi karena sudah tua,” ujar Suratmin (65), petani di Kelurahan Kampung Baru Nan XX.
Menurut Suratmin, dirinya tidak hanya rugi karena bibitnya rusak, tetapi juga sudah beberapa kali menyemprotkan obat untuk membersihkan sawahnya dari gulma. ”Kemarin buru-buru dibersihkan karena dijanjikan air akan masuk lagi. Rupanya, tiga kali pembersihan, air belum juga masuk. Kalau seperti ini terus, saya mungkin akan mengganti padi dengan kacang tanah atau jagung,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kota Padang Syaiful Bahri mengatakan sudah menurunkan alat berat untuk membersihkan sedimen di bendungan agar air bisa masuk. Pihaknya menargetkan proses itu bisa selesai tiga minggu ke depan. Sementara untuk perbaikan tanggul yang jebol harus melalui penganggaran terlebih dahulu.
”Kami sudah mengimbau petani yang sudah telanjur menanam padi agar tidak memberi pupuk dulu, termasuk kalau ada hujan. Sementara bagi yang belum, kami arahkan agar mengganti dengan tanaman palawija,” ujar Syaiful.