Pemerintah Hendaknya Lebih Responsif terhadap Akar Persoalan Bencana Alam
Oleh
Emanuel Edi Saputra
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Koalisi Kalimantan Barat Menggugat menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah terkait bencana ekologis yang menerjang wilayah Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, akhir Agustus lalu. Meski banjirnya telah berakhir, dampaknya masih dirasakan hingga kini. Pemerintah hendaknya lebih responsif.
Sebagaimana diberitakan, Kecamatan Jelai Hulu dilanda banjir setinggi 2,5 meter, Rabu (30/8). Meski tak ada korban jiwa, rumah warga di Jelai Hulu ada yang hanyut terbawa arus. Banjir juga merendam puluhan rumah dan toko (Kompas, 31/8).
Koordinator Koalisi Kalimantan Barat Menggugat, Krissusandi Gunui’, saat menyampaikan tuntutan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar beserta sejumlah perwakilan masyarakat Jelai Hulu, Rabu (11/10), mengatakan, dampak banjir masih dirasakan hingga kini.
”Warga yang rumahnya hanyut hingga kini belum bisa membangun rumah baru. Mereka masih didera trauma psikologis setelah bencana,” kata Kriss.
Sampai sejauh ini, masyarakat melihat dampak bencana itu belum direspons pemerintah sepenuhnya. Warga korban banjir, khususnya rumahnya yang hanyut, ada yang tertekan hingga dirawat di rumah sakit. Ada 16 desa yang terdampak banjir bandang itu. Korban banjir yang rumahnya terendam 890 keluarga atau 3.456 jiwa.
Pemerintah juga hendaknya menghentikan penebangan hutan untuk investasi dan sawit di hulu Sungai Kiri dan sekitar daerah aliran Sungai Jalai. ”Banjir bandang yang menyebabkan rumah hanyut dan kerugian materil lainnya akhir Agustus disebabkan hutan yang sengaja dirusak untuk kepentingan investasi,” kata Kriss.
Bahkan, ada warga korban banjir saat bencana itu terjadi sedang di ladang. Mereka tidak sempat pulang ke kampung karena banjir datang begitu cepat. Akhirnya mereka tidur di atas pohon sehari semalam tanpa makan untuk melindungi diri dari banjir bandang.
Para aktivis pun menyerukan penghentian operasional perusahaan kehutanan dan sawit di hulu Sungai Kiri. Selain itu, perlu ditinjau perizinan yang tidak sesuai analisis mengenali dampak lingkungan (amdal) serta undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
”Perusahaan-perusahaan yang terbukti secara nyata menjadi penyebab musibah banjir bandang di Sungai Kiri dan Sungai Jalai lalu hendaknya ditindak tegas. Tak hanya itu, perlu juga pengawasan rutin terhadap seluruh aktivitas perusahaan sawit, HTI, dan pertambangan di Kecamatan Jelai Hulu sesuai aturan amdal dan aturan lingkungan hidup,” kata Kriss.
Menanggapi tuntutan itu, Kepala BPBD Kalbar TTA Nyarong mengatakan, Bupati Ketapang Martin Rantan sudah mengirim surat kepada pemerintah pusat untuk meminta bantuan dana guna memperbaiki berbagai kerusakan akibat banjir itu. Nyarong juga meminta data secara spesifik mengenai korban banjir untuk mempermudah penanganan setelah banjir.
Nyarong juga berjanji akan menjembatani pertemuan Koalisi Kalimantan Barat Menggugat dengan pemangku kebijakan lainnya yang bertanggung jawab atas lingkungan hidup dan investasi di Kalbar. Sebab, masalah tersebut juga menyangkut kebijakan di hulu, yakni terkait izin investasi.