LIWA, KOMPAS — Warga Desa Rigis Jaya, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, merintis pendirian kampung kopi di desa itu. Hamparan kebun kopi menjadi magnet untuk menarik wisatawan domestik dan mancanegara dengan konsep ekowisata.
Pelaksana Jabatan Peratin atau Kepala Desa Rigis Jaya Suparyoto mengatakan, desa ini memiliki hamparan kebun kopi seluas 901 hektar yang dikelola oleh 206 keluarga. ”Seluruh warga di desa ini mengandalkan hidup dari kebun kopi. Karena itu, kami merintis pembangunan kampung kopi untuk mengangkat kopi lokal,” kata Suparyoto, Jumat (13/10), saat ditemui di desanya.
Menurut dia, Desa Rigis Jaya tidak hanya daerah penghasil kopi. Desa yang dikelilingi kawasan Hutan Lindung Register 45B dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan itu juga menawarkan pemandangan yang elok dan memesona. Selain bisa melihat perkebunan kopi, wisatawan juga bisa menghirup udara segar dan menikmati pemandangan pohon-pohon hutan yang menjulang tinggi.
Saat ini, warga sedang merancang konsep pembangunan kampung kopi di desa mereka. Selain merencanakan pendirian sekolah kopi, warga juga berencana membangun pondok-pondok kecil di sekitar kebun. Warga juga akan membangun kedai kopi untuk memperkenalkan cita rasa kopi lokal kepada wisatawan.
”Langkah awal pembentukan kampung kopi dimulai dengan penguatan sumber daya manusia dan meningkatkan kapasitas warga sebagai petani kopi,” katanya.
Muhayat selaku perintis pengelolaan hutan kemasyarakatan (HKm) di Desa Rigis Jaya menjelaskan, dari 901 hektar kebun kopi yang dikelola warga, sekitar 600 hektar merupakan hutan kemasyarakatan. Warga desa mendapatkan izin pemanfaatan hutan sejak tahun 2007.
”Kami mendapatkan izin untuk mengelola hutan selama 35 tahun. Sejak itu, kami mulai memulihkan kondisi hutan yang rusak dengan cara menanam berbagai jenis pepohonan kayu,” ucap Muhayat.
Sebelum ada izin HKm, masyarakat dianggap sebagai perambah. Setiap kali ke kebun, warga selalu ketakutan akan ditangkap aparat. Namun, kini mereka justru mampu merawat hutan.
Sejak 10 tahun terakhir, petani tidak lagi menerapkan pola budidaya monokultur. Mereka mulai menerapkan pola tumpang sari dengan cara menanam tanaman kayu, antara lain aren, kemiri, dan pinang. ”Pohon-pohon itu ditanam di antara pohon-pohon kopi. Setiap 1 hektar lahan, ada 400 pohon yang harus ditanam,” ujar Muhayat.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Lampung Barat Suhartono mengatakan, pemerintah kabupaten mendorong agar pencanangan Desa Rigis Jaya sebagai kampung kopi di Lampung Barat diresmikan pada 2018. Menurut rencana, peresmian kampung kopi itu akan dilaksanakan pada musim panen kopi tahun depan. ”Kami merencanakan akan menggelar festival panen raya saat peresmian kampung kopi,” lanjutnya.
Untuk mendukung rencana itu, pihaknya telah mengusulkan gagasan pembentukan kampung kopi kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pemkab Lampung Barat berharap, pemerintah pusat dapat memberikan bantuan dana.
Menurut Suhartono, Desa Rigis Jaya mempunyai potensi ekowisata yang baik. Selain itu, petani kopi di desa itu juga dinilai berhasil mengelola hutan tanpa merusak. Pengelolaan ekowisata diharapkan semakin meningkatkan kesadaran warga dalam menjaga hutan.