Kaum Perempuan di Balikpapan Dukung Taksi dan Ojek Daring
Oleh
LUKAS ADI PRASETYA
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kaum perempuan di Balikpapan, Kalimantan Timur, khususnya ibu-ibu, ikut bersuara menyikapi polemik angkutan daring dan ikut menggelar unjuk rasa pada hari Selasa (17/10). Mereka mendesak taksi daring, juga ojek daring, tetap beroperasi demi keamanan dan keselamatan kaum perempuan.
Sekitar seratus perempuan dari berbagai organisasi, pengemudi taksi dan ojek daring, ibu rumah tangga, hingga pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) mendatangi kantor DPRD Balikpapan. Mereka membawa sejumlah poster hingga alat-alat dapur, seperti wajan dan panci.
Mei Christy Sengoq, juru bicara forum, mengatakan, aksi ini spontan sebagai respons atas polemik transportasi daring. ”Taksi dan ojek daring sudah bagus layanannya. Kami merasa aman dan nyaman,” kata Mei, pegiat sosial yang juga penari ini.
Sejak muncul hampir dua tahun lalu, ojek daring langsung memberi kontribusi positif. Menyusul kemudian taksi daring juga disambut. Kaum perempuan yang sebelumnya waswas tatkala naik angkot atau ojek pangkalan mendapat pilihan moda transportasi yang menarik.
”Kami tidak tahu nama sopir angkot. Ada yang seperti masih anak-anak, ada yang mabuk. Kami takut, apalagi sendirian. Ibu-ibu yang punya anak perempuan, apa berani melepas anaknya pulang malam naik angkot? Tidak,” ujar Mei saat bertemu jajaran DPRD Balikpapan.
Kami tidak tahu nama sopir angkot. Ada yang seperti masih anak-anak, ada yang mabuk.
Itu pun, kata Mei, masih ditambah ketidaknyamanan lainnya dari angkot yang terlalu lama ngetem hingga penumpang bisa diturunkan kalau sepi penumpang. Begitu juga kala naik ojek pangkalan, waswas tetap menghinggapi. Belum lagi harga yang dipatok sering terlalu mahal.
”Jika ditutup, pikirkan dampaknya bagi mereka yang sudah kerja penuh sebagai pengemudi. Pikirkan juga sekian banyak UKM yang kesulitan berjualan secara daring. Pikirkan juga ibu-ibu yang kesulitan bepergian juga bagaimana antarjemput anak sekolah,” ujar Mei.
Neni, pemilik warung angkringan di kawasan Dam, Balikpapan, merasa cemas. Setelah taksi daring diprotes, bukan tidak mungkin ojek daring dipermasalahkan. ”Banyak pelanggan saya pesan pakai ojek daring,” kata Neni yang unjuk rasa sembari membawa wajan.
Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan Mike Henny yang menemui mereka mengakui, pro-kontra transportasi daring memang pelik. Mike juga sering menggunakan taksi dan ojek daring untuk berbagai keperluan. Tidak pernah mengecewakan dan itu memang sudah kebutuhan.
”Perlu aturan jelas. Namun, polemik ini juga mesti dilihat dengan hati. Selama ini, fokus banyak pihak hanya tentang taksi dan ojek konvensional, ojek dan taksi daring, dan bagaimana pemerintah menyikapi. Ada hal yang kurang didengarkan, yakni suara pengguna, masyarakat,” ujar Mike.
Nunuk (43), pengemudi taksi daring, mengatakan, sekarang ia selalu waswas terutama jika melintasi mal atau kawasan yang terlihat banyak sopir angkot. Nunuk harus ”narik” untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Nunuk baru tiga bulan menjalankan pekerjaan ini.
”Dulu saya selama hampir dua tahun jadi sopir ojek daring. Lalu beberapa bulan lalu mencoba jadi sopir taksi daring. Saya beli mobil dan selama tiga bulan ini bisa mencicil angsurannya. Sehari saya bisa dapat 5-10 order,” kata Nunuk.
Kemarin, digelar pertemuan di Dinas Perhubungan Kaltim di Samarinda terkait angkutan daring. Namun, kata Kepala Dinas Perhubungan Kaltim Salman Lumoindong, hanya dua perwakilan taksi daring yang hadir, yakni Uber dan Go-Car (manajemen Go-Jek).
”Pihak Uber di Kaltim sudah sepakat untuk menghentikan sementara operasional armada Uber. Jadi, tidak ada yang menerima order. Sementara pihak Go-Car (Go-Jek) masih menunggu apa instruksi kantor pusat mereka di Jakarta. Pihak Grab tidak memberi kabar,” kata Salman.