SIDOARJO, KOMPAS — Museum Mpu Tantular, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (19/10), memulai penyelenggaraan Festival Tantular. Kegiatan yang dilaksanakan sampai Sabtu (21/10) itu untuk peringatan Hari Ulang Tahun Ke-43 Museum Mpu Tantular sekaligus rangkaian HUT Ke-72 Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Festival Tantular mengangkat tema besar wayang sebagai mahakarya warisan Indonesia yang dikenal dan diakui oleh dunia. Festival sengaja mengambil tema ”Menelusuri Kebesaran Sejarah Jawa Timur Melalui Keanekaragaman Wayang” untuk menunjukkan keagungan dan keindahan mahakarya Nusantara itu. Festival dibuka secara resmi oleh Sekretaris Provinsi Jatim Akhmad Sukardi.
Festival dibuka untuk siswa dan siswi sekolah dan publik atau umum. Pengunjung tidak dipungut biaya alias cuma-cuma untuk menikmati festival. Ada pergelaran wayang potehi dan wayang thengul.
Selain itu, pameran koleksi wayang potehi, tengul, kardus, wahyu, suluh, kulit, kancil, beber, thimplong, krucil, rumput, golek, dan poster keterangan wayang. Untuk siswa dan siswi sekolah diadakan lomba melukis gunungan wayang. Ada juga lokakarya wayang dan pembuatan wayang kardus.
Sukardi mengatakan, festival melibatkan pengelola museum, seniman, pelajar, dan mahasiswa untuk mengangkat kebesaran sejarah Jatim. Produk kebudayaan seperti pergelaran wayang merupakan mahakarya bangsa yang sungguh luar biasa indah yang patut dibanggakan dan dilestarikan masyarakat.
Wayang bukan sekadar pertunjukan hiburan, melainkan media pembelajaran kehidupan melalui pesan-pesan dalam lakon yang dibawakan sang dalang. Koleksi wayang yang dipamerkan merupakan artefak bersejarah yang di antaranya hampir punah, yakni tidak lagi dibuat dan dipertontonkan. Namun, masyarakat penting untuk mengetahuinya bahwa wayang tidak cuma wayang kulit atau wayang orang, tetapi banyak jenisnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Jarianto menambahkan, wayang menampilkan kearifan kebudayaan Nusantara. Wayang merupakan kesenian yang cukup lengkap karena ada seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, dan seni pahat. Wayang dalam perjalanannya digunakan sebagai media dakwah keagamaan dan media pengajaran atau pendidikan masyarakat.
Dalam konteks itulah, museum sebagai tempat penyimpanan benda bersejarah merupakan pusat informasi yang amat strategis tentang kebudayaan Nusantara. Masyarakat dapat selalu menimba ilmu dan pengetahuan untuk pedoman hidup sekaligus upaya melestarian kebudayaan yang ada.