Pengemudi Angkutan Daring Sumsel Khawatir dengan Pemasangan Stiker
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 yang saat ini tengah disosialisasikan menimbulkan kekhawatiran bagi pengemudi angkutan daring di Sumatera Selatan. Kekhawatiran itu antara lain berkaitan dengan pemasangan stiker di sejumlah sisi mobil.
Ketua Asosiasi Pengemudi Angkutan Daring Sumatera Selatan Yoyon, Sabtu (21/10) di Palembang, mengatakan khawatir karena stiker itu akan menjadi ”tanda” yang dapat mengancam pengemudi.
Dalam revisi permenhub tersebut, tertulis bahwa pengemudi angkutan daring harus memasang stiker di kaca depan kanan atas dan belakang serta di kanan dan kiri badan kendaraan dengan memuat informasi wilayah operasi, jangka waktu perizinan, nama badan hukum, dan logo dinas perhubungan.
”Mobil yang kami gunakan adalah mobil pribadi. Apabila diletakkan stiker, dikhawatirkan akan mudah dipantau oleh oknum yang tidak suka dengan angkutan berbasis daring,” ujar Yoyon.
Dalam beberapa bulan terakhir, konflik antara angkutan konvensional dan angkutan berbasis aplikasi kerap terjadi. Bahkan, sempat ada aksi intimidasi dan pemberhentian paksa oleh oknum pengemudi angkutan konvensional di tengah jalan.
”Kami meminta jaminan kepada kepolisian dan pemerintah, bahwa tidak ada aksi serupa jika ada pemasangan stiker,” lanjut Yoyon. Karena itu, dia berharap, pemasangan stiker hanya dilakukan di bagian depan atau belakang kaca mobil.
Ancaman pengangguran
Selain terkait stiker, kekhawatiran lain adalah peraturan terkait perencanaan kebutuhan (kuota) yang ditetapkan pemerintah daerah. Yoyon menyebutkan, saat ini, ada 2.500 angkutan berbasis daring di Palembang.
”Saya khawatir, apabila kuota yang ditetapkan hanya 1.500 kendaraan, bagaimana pengemudi lainnya,” ujarnya. Padahal, banyak pengendara yang mengandalkan pekerjaan itu untuk mencari uang.
Oleh karena itu, lanjut Yoyon, perlu ada komunikasi antara pemerintah dan sejumlah instansi terkait untuk menemukan batas kuota yang tidak merugikan bagi semua pihak. Yoyon juga meminta pemerintah berkomunikasi dengan perusahaan aplikasi supaya tidak lagi merekrut pengemudi secara besar-besaran.
Pemerintah diminta berkomunikasi dengan perusahaan aplikasi supaya tidak lagi merekrut pengemudi secara besar-besaran.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Nelson Firdaus menuturkan, saat ini pemerintah tengah mengkaji kuota yang akan ditetapkan. ”Sekarang masih dalam proses sosialisasi revisi peraturan. Nanti, setelah ditetapkan per 1 November, sistem kuota akan dibicarakan dengan berbagai pihak,” katanya.
Nelson mengatakan, revisi permenhub ini dibuat untuk mencari keseimbangan, keadilan, dan kesetaraan sehingga mengurangi potensi konflik yang kerap muncul akhir-akhir ini.
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menuturkan, keberadaan revisi Permenhub No 26 Tahun 2017 diharapkan dapat menjadi pelecut bagi pemerintah daerah untuk dapat menciptakan kesetaraan dalam bisnis transportasi.
Terkait kuota, lanjut Djoko, banyak hal yang menjadi pertimbangan, seperti kebutuhan masyarakat, kapasitas jalan, dan juga angkutan yang telah ada. ”Dibutuhkan ketegasan pemerintah agar tidak terjadi konflik,” ujarnya.