MEDAN, KOMPAS — Angkutan berbasis aplikasi diminta membuka diri untuk mau diatur dalam peraturan menteri perhubungan yang akan diberlakukan pada 1 November. Konflik antara angkutan berbasis aplikasi dan angkutan reguler dapat diredam jika semua pihak mematuhi aturan.
Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan Syafrin Liputo menyampaikan hal itu saat sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang Angkutan Sewa Khusus, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (21/10).
Syafrin mengatakan, substansi permenhub itu mengatur angkutan berbasis aplikasi tentang tarif batas atas atau bawah, wilayah operasi, kuota, kepemilikan kendaraan bermotor atas nama badan usaha, dan uji kelaikan kendaraan. ”Aturan ini mengedepankan keselamatan, keamanan, keberlangsungan usaha, dan perlindungan konsumen,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Anthony Siahaan menyatakan, selama ini angkutan berbasis aplikasi cenderung tidak mau diatur. Hingga kini, baru 312 taksi berbasis aplikasi yang mendapat izin di Medan dan sekitarnya. Padahal, taksi yang beroperasi diduga lebih dari 30.000 unit.
Hingga kini, baru 312 taksi berbasis aplikasi yang mendapat izin di Medan dan sekitarnya. Padahal, taksi yang beroperasi diduga lebih dari 30.000 unit.
Di sisi lain, Ketua Bidang Keselamatan Masyarakat Transportasi Indonesia Milatia Kusuma menyebutkan, pemerintah harus membangun sistem transportasi publik yang terkonsolidasi. Jika transportasi publik baik, masyarakat dengan sendiri akan berpindah dari angkutan berbasis aplikasi.
Ketua Umum Koperasi Pengangkutan Umum Medan Jabmar Siburian menyatakan, saat ini hanya sekitar 2.000 angkutan kota KPUM yang beroperasi dari total 6.000 unit. ”Banyak armada menghentikan operasi dalam setahun belakangan karena jumlah penumpang menurun drastis sejak kehadiran angkutan berbasis aplikasi,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Driver Online Sumatera Utara Syaiful Nasution mengatakan, pihaknya meminta pemerintah memberikan perlakuan khusus kepada mereka. ”Kami ini angkutan pribadi, jadi pengaturannya harus khusus,” ujarnya.
Syaiful mengatakan, mereka menerima beberapa saran pemerintah, antara lain pemasangan stiker di mobil dan pengurusan surat izin mengemudi (SIM) tipe A Umum. Namun, mereka menolak syarat kepemilikan kendaraan harus atas nama badan hukum. Ia juga meminta agar pengurusan SIM A ke SIM A Umum bisa dibantu pemerintah secara kolektif.