logo Kompas.id
NusantaraMenumpuk di Gudang
Iklan

Menumpuk di Gudang

Oleh
· 3 menit baca

SURABAYA, KOMPAS — Musim giling 2017 segera berakhir, tetapi 432.168 ton gula menumpuk di gudang pabrik gula milik PT Perkebunan Nusantara X dan XI karena Perum Bulog belum membelinya. Pedagang tidak bisa langsung membeli gula petani karena hanya Perum Bulog yang diperbolehkan membeli gula dari petani ataupun pabrik gula."Sampai sekarang 209.168 ton gula, produksi dari semua pabrik gula di bawah PTPN X di Pulau Jawa, menumpuk di gudang. Lelang pun tidak bisa dilakukan karena pedagang tidak lagi bisa beli langsung kepada petani ataupun pabrik gula," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat PTPN X Firda Suraida yang dihubungi Minggu (22/10). Di semua pabrik gula PTPN XI, 223.000 gula saat ini menumpuk di gudang. Berdasarkan pengamatan, gula yang menumpuk dan memenuhi gudang-gudang pabrik gula salah satunya di Pabrik Gula Kebonagung, Malang, Jawa Timur. Di gudang pabrik itu menumpuk sekitar 50.000 ton gula petani.Berdasarkan Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S-202/M.EKON/ 08/2017, gula petani dan pabrik gula dibeli Perum Bulog dengan harga Rp 9.700 per kilogram. Menurut Ketua Harian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Dewan Pimpinan Daerah PTPN XI Sunardi Edi Sukamto, sampai dengan Minggu Perum Bulog belum melakukan pembelian. Di sisi lain, karena ketentuan itu, petani pun enggan menjual gula karena harga dipatok Rp 9.700 per kg. Padahal, biaya produksi saja sudah mencapai Rp 10.700 per kg. "Idealnya harga gula minimal Rp 11.000 per kg sehingga petani bisa dapat margin meski tipis," ujar Sunardi.Gula imporKetua Dewan Pimpinan Daerah Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia Wilayah Kebonagung, Malang, Dwi Irianto, Minggu, mengatakan, pihaknya menduga ada sebab lain mengapa gula tidak terserap optimal ke pasaran. Pertama lantaran keberadaan gula impor di lapangan. Selama 2016 pemerintah mengimpor gula 1,6 juta ton. Jumlah itu melebihi angka kebutuhan nasional. Kebutuhan total dalam negeri 2,8 juta ton, sedangkan produksi hanya 2,4 juta ton. Artinya kekurangan sebenarnya hanya 400.000 ton. Sementara terkait dengan Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S-202/ M.EKON/08/2017, pedagang gula tidak bisa langsung membeli gula petani. Mereka harus membeli gula dari Perum Bulog. Perum Bulog sendiri hanya menggandeng beberapa pedagang. "Itu pun dengan aturan, mereka juga harus menyerap gula milik Perum Bulog produksi 2016 seharga Rp 11.000 per kg," ujarnya.Akibat ketentuan baru itu, lanjut Dwi, pedagang tidak tertarik membeli gula dalam negeri. Mereka lebih memilih gula impor. Sementara harga gula Rp 9.700 per kg masih merugikan petani lantaran biaya produksi gula mencapai Rp 10.600 per kg.Di lapangan, menjelang berakhirnya musim giling, harga tebu membaik. Salah seorang petani tebu di wilayah Pagak, Kecamatan Pagak, Malang, M Nasir, mengatakan, harga tebu saat ini Rp 65.000-Rp 70.000 per kuintal. Harga itu lebih tinggi dibandingkan dengan dua pekan lalu yang masih di bawah Rp 60.000 per kuintal. Pada Juli-September harga tebu sekitar Rp 50.000 per kuintal. Selain angka rendemen yang naik menjadi sekitar 8,5 persen, faktor beberapa pabrik gula yang mulai mengakhiri musim giling menjadi penyebab membaiknya harga. Beberapa pabrik di PTPN X sudah mengakhiri musim giling.Di Mojokerto, Jawa Timur, musim giling tebu yang belum selesai tahun ini mendorong kedatangan buruh tebang asal Jawa Tengah. (WER/ODY/ETA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000