DENPASAR, KOMPAS — Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Karangasem meminta umat Hindu Bali yang menjadi pengungsi Gunung Agung untuk tidak memaksakan diri menggelar upacara keagamaan di zona bahaya. Permintaan itu juga terkait perayaan Galungan yang digelar 1 November dan Kuningan pada 11 November.
Warga umat Hindu diharapkan mematuhi larangan beraktivitas di zona berbahaya, khususnya radius 9 kilometer dari kawah gunung. Perayaan keagamaan juga dapat dijalankan baik di lokasi pengungsian secara bersama-sama maupun di Pura Khayangan Tiga yang terdekat dengan lokasi pengungsian.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Selasa (24/10), mengingatkan umat Hindu Bali di lokasi pengungsian untuk patuh dan bersabar. Mereka diharapkan mematuhi petugas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang masih menetapkan status awas Gunung Agung.
”Sebaiknya umat tetap bersabar, ini tentu terkait dengan keselamatan bersama,” kata Sudiana.
Ia menyebutkan, seluruh umat Hindu Bali supaya memohon keselamatan dan introspeksi terhadap apa yang telah diperbuat untuk alam. Umat agar tetap bersabar karena kehendak alam, termasuk Gunung Agung, tidak bisa didahului oleh siapa pun.
”Bisa saja, ada hal yang kurang berkenan dari perbuatan kita terhadap alam sehingga terjadi peringatan alam seperti status Awas saat ini. Maka sebaiknya, sebagai umat yang taat tidak perlu melawan kehendak-Nya dan tetap mematuhi larangan status Awas,” katanya.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja berharap warga di dalam zona berbahaya memahami dan membantu upaya petugas.
Menurut rencana, Rabu (25/10), BNPB bersama PVMBG mengevaluasi kembali kondisi Gunung Agung. Pertemuan tersebut, kata Wisnu, juga membahas penerbangan kembali drone untuk memantau kawah gunung dan kepentingan pemetaan kawasan rawan bencana.
Pencatatan kegempaan pada Selasa ini menunjukkan, terjadi 78 kali gempa vulkanik dalam, vulkanik dangkal, dan tektonik lokal pada pukul 12.00-18.00 Wita. Artinya, ada peningkatan dua kali lipat kegempaan dari periode yang sama Senin (23/10). Gempa tremor nonharmonik tercatat satu kali dengan durasi 170 detik. Asap kawah di puncak gunung pun masih terus keluar dengan ketinggian 100-400 meter.