Atasi Kesenjangan Perekonomian Daerah dengan Inovasi
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Persoalan kemiskinan dan pemerataan ekonomi menjadi tantangan yang harus diatasi seluruh kepala daerah di Indonesia. Selain pemerataan infrastruktur, dibutuhkan pula kebijakan dan inovasi yang tepat agar perputaran roda ekonomi di daerah terus berlangsung.
Hal tersebut adalah kesimpulan dari seminar nasional bertema ”Tata Kelola Inovatif Menuju Pembangunan Nasional yang Berkeadilan” di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (26/10). Hadir dalam seminar ini sebagai pembicara di antaranya Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, pakar pembangunan sosial UGM Hendrie Adji Kusworo, dan pendiri Joglo Tani, sebuah gerakan pemberdayaan ekonomi sosial masyarakat di bidang pertanian, TO Suprapto.
Menurut Hasto, untuk mengurangi kesenjangan, rakyat harus mampu mandiri dan berdikari secara ekonomi. Dalam mewujudkan hal itu, pemerintah daerah perlu memangkas jarak antara masyarakat dengan akses permodalan dan perniagaan. ”Pemerintah daerah perlu berinovasi untuk membuat sebuah program ataupun kebijakan. Terkadang untuk mencapai tujuan yang sama diperlukan cara yang berbeda-beda di setiap daerah,” ujarnya.
Dalam upayanya mendekatkan masyarakat dengan akses ekonomi, beberapa tahun terakhir, Hasto menjalankan sebuah gerakan yang menghadirkan pasar bagi produk-produk lokal. Tujuan utamanya adalah kemandirian ekonomi dan kedaulatan pangan melalui gerakan Bela dan Beli Kulon Progo.
Tujuan utamanya adalah kemandirian ekonomi dan kedaulatan pangan melalui gerakan Bela dan Beli Kulon Progo.
Gerakan tersebut diwujudkan melalui sejumlah program, di antaranya program Beras Daerah (Rasda), produksi air mineral dengan merek Air Ku, membuat batik Geblek Renteng, memproduksi beras Sehat, dan mendirikan jejaring toko swalayan bernama Tomira (toko milik rakyat).
Lewat program Rasda, Hasto ingin raskin yang diterima masyarakat Kulon Progo dari Kulon Progo, bukan beras impor atau pengadaan melalui perusahaan rekanan Bulog. Dengan adanya Rasda, petani tak lagi kebingungan harus menjual beras ke mana saat panen raya terjadi.
Selain Rasda, terdapat program Tomira yang mengajak masyarakat Kulon Progo untuk menguasai pasar lokal dan memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri. Sejak 2014, setidaknya 15 toko modern berjejaring diambil alih oleh koperasi dan diubah namanya menjadi Tomira. ”Jejaring toko modern akhirnya hanya menjadi supplier. Pasokan produknya sendiri Tomira yang menentukan karena hampir separuh dari seluruh produk yang dijual di Tomira adalah produk lokal yang dibuat masyarakat Kulon Progo,” ujarnya.
Inovasi di bidang pertanian dibutuhkan juga untuk mengikis kesenjangan sosial. Menurut Suprapto, pendiri Joglo Tani, apabila pemerintah mau mewujudkannya, pertanian organik sangat berpotensi untuk mengatasi permasalahan ketahanan dan kedaulatan pangan.
”Selama ini konsep pertanian berbasis pada suatu wilayah bisa digunakan secara maksimal. Persoalanya karena pemerintah tidak pernah mau melakukannya. Semuanya telanjur pada ketergantungan di sektor impor,” ujar Suprapto.
Sementara itu, pakar pembangunan sosial UGM, Hendrie Adji Kusworo, menilai upaya pengikisan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat telah diamanatkan dalam Pancasila. Selain kepala daerah, dibutuhkan juga aktor lain, baik dari masyarakat maupun pemerintahan, untuk mewujudkan pembangunan sosial yang berkeadilan. ”Pembangunan sosial yang berkeadilan bisa terwujud lewat kombinasi pendekatan bisnis dan keberpihakan pemerintah daerah terhadap kolektivitas masyarakat. Pendekatan ini harus dibangun dalam sebuah tata kelola yang inovatif,” tutur Adji.