Forum Diskusi Balikpapan Nyatakan Sikap soal Transportasi Daring
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Forum Diskusi Balikpapan menyerahkan pernyataan sikap tertulis kepada Wali Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rizal Effendi, terkait transportasi daring. Forum mendesak agar Pemkot Balikpapan mendengarkan dan memahami suara perempuan demi perbaikan transportasi daring, juga yang konvensional. Sikap tegas terhadap kedua pihak itu seharusnya sama.
Juru bicara forum, Chita Wijaya, menyerahkan pernyataan sikap tertulis tersebut, di Balai Kota, Jumat (27/10) siang. Namun, Rizal tidak berada di tempat sehingga dititipkan. ”Yang penting, suara kami, kaum perempuan, sudah kami suarakan. Semoga pernyataan tertulis yang kami serahkan ini dibaca Pak Rizal dan direspons,” katanya.
Apa yang disampaikan adalah rangkuman dan kesimpulan dari diskusi ”Gini Gitu Transportasi Online di Mata Perempuan” yang digelar forum tersebut, Senin (23/10). Acara itu dihadiri 40-an orang dari sejumlah organisasi dan LSM nonpolitik, akademisi, praktisi, pengusaha, pelaku UKM, jurnalis, seniman, pengusaha, pemilik warung, hingga pengemudi taksi dan motor daring. Mayoritas dari mereka adalah perempuan.
Forum Diskusi Balikpapan memberi beberapa saran kepada Pemkot Balikpapan/Wali Kota Balikpapan. Saran pertama, libatkan warga, terutama kaum perempuan, sebelum membuat kebijakan terkait transportasi. Perempuan adalah pengguna terbanyak transportasi konvensional ataupun daring.
”Pemkot mengeluarkan aturan larangan transportasi online tanpa memikirkan dampak. Kami, perempuan, merasa lebih aman, nyaman, dan murah memakai taksi dan ojek daring. Itu tidak terpenuhi angkot. Memang, transportasi daring harus ada aturan agar legal, tetapi yang sudah legal, seperti angkot, tidak kami rasa aman dan nyaman,” tutur Chita.
Oleh karena itu, forum juga mendesak Dinas Perhubungan Balikpapan bersikap tegas terhadap angkot. Selama ini pengawasan amat lemah. Sebagian masyarakat sebenarnya tahu bahwa banyak angkot yang sudah seharusnya dikandangkan, diremajakan, alias perlu diganti.
”Kami juga cukup tahu angkot-angkot mana yang sekiranya masih layak jalan. Jadi, pemkot harus berani mengatur angkot dan menjatuhkan sanksi. Pendataan angkot, juga pendataan sopir angkot, penting dilakukan. Ada usulan, sopir angkot harus ber-KTP Balikpapan dan di dalam angkot harus dipasang kartu pengenal identitas siapa sopirnya,” tutur Chita.
Saran lainnya, forum tersebut mendesak dikeluarkannya Peraturan Wali Kota (Perwali) atau Surat Keputusan (SK) Wali Kota untuk mengatur kepastian hukum bagi pekerja trasportasi daring. Saran lainnya, merombak sistem angkot. Jika perlu, tidak usah ada trayek, yang itu membuat angkot bisa dipesan dan tidak harus masuk ke terminal.
Secara terpisah, Rizal menegaskan dirinya memahami apa yang disuarakan forum tersebut dan memang melihat itu sebagai suara yang mewakili kaum perempuan di Balikpapan. ”Pasti akan saya telaah, masukan dan apa yang mereka sampaikan, bersama pihak terkait, seperti Dishub,” ujar Rizal.
Rizal mengakui, menata transportasi daring tidak mudah, apalagi menata transportasi konvensional, dalam hal ini angkot. Sebelumnya, Rizal juga pernah menyampaikan itu, salah satunya soal banyaknya ”sopir tembak” angkot, yang sebenarnya bukan sopir angkot.
Pertentangan antara kubu yang pro ataupun kontra transportasi daring di Balikpapan semakin membuat banyak pihak waswas. Rabu (11/10), sekitar 1.500 sopir angkot dan taksi berunjuk rasa di DPRD Balikpapan serta beraudiensi dengan pemkot, DPRD, dan Polres.
Kesepakatan pun tertuang, yakni pemkot melarang transportasi daring dan menutup tiga kantor perusahaan aplikasi daring tersebut. Selasa (17/10), sekitar 100 perempuan dari berbagai elemen gantian berdemo menolak penutupan transportasi daring.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 7.000 pengemudi ojek daring dan 2.000-an pengemudi taksi daring di Balikpapan. Sekitar 75 persen dari mereka sudah bekerja penuh, alias bukan lagi sampingan. Sebagian dari mereka adalah perempuan. Melarang transportasi daring tak hanya membuat banyak perempuan warga Balikpapan kembali waswas, tetapi juga berarti bakal terjadi pengangguran skala besar.
”Memang, pemerintah pusat akan mengeluarkan aturan baru, sebentar lagi. Sebelum itu keluar, kami menyampaikan pernyataan ini. Kami harap Pemkot Balikpapan memikirkan apa solusi terbaik bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan. Mayoritas pengguna transportasi daring ataupun konvensional adalah kami, kaum perempuan,” ujar Chita.
Aturan pemerintah pusat yang dimaksud itu adalah Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.