YOGYAKARTA, KOMPAS — Ratusan pengendara transportasi daring yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Online Kota Yogyakarta berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Yogyakarta, Selasa (31/10). Mereka menolak penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 mengenai angkutan sewa khusus yang mulai diberlakukan hari Rabu (1/11).
Peraturan baru tersebut disusun sebagai pengganti Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mencabut sejumlah poin yang ada di permenhub tersebut sehingga Kementerian Perhubungan harus menyusun aturan baru. Namun, Paguyuban Pengemudi Online Kota Yogyakarta menilai peraturan baru tersebut tetap terdapat poin-poin yang telah dibatalkan MA pada peraturan sebelumnya.
”Permenhub yang baru ini harus ditinjau kembali karena terdapat sejumlah poin yang sebelumnya telah dicabut MA dari permenhub lama muncul kembali di permenhub yang baru,” ujar Ketua Paguyuban Pengemudi Online Kota Yogyakarta Muhammad Anshori.
Salah satu poin tersebut adalah peraturan yang mewajibkan angkutan umum memiliki paling sedikit lima kendaraan yang dibuktikan dengan surat tanda nomor kendaraan (STNK) atas nama badan hukum. Dalam peraturan yang baru, jumlah lima kendaraan tetap berlaku dengan catatan, perorangan yang tidak punya lima kendaraan harus berhimpun dalam koperasi yang mengantongi izin penyelenggaraan taksi daring.
Padahal, menurut dia, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada jajarannya, termasuk seluruh kementerian, untuk mempermudah segala perizinan yang terkait ekonomi kreatif. ”Aturan jumlah kendaraan terkesan malah mempersulit pertumbuhan ekonomi kreatif,” ujar Anshori.
Selain itu, pengemudi daring menolak rencana pemasangan stiker sebagai penanda kendaraan angkutan berbasis aplikasi yang beroperasi di provinsi tertentu. Stiker yang rencananya berukuran 15 sentimeter itu harus ditempel di kaca jendela depan, samping, dan belakang bodi kendaraan. Hal ini dinilai akan membuat pengemudi kesulitan saat keluar kota.
”Padahal, selain untuk angkutan umum khusus, mobil juga kami gunakan keluar kota untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Nanti kami malah kena tilang,” ujar Anshori.
Paguyuban Pengemudi Online Kota Yogyakarta juga berharap pihak mereka dilibatkan dalam penentuan tarif batas atas dan bawah. Pasalnya, selama ini penentuan tarif hanya dilakukan berdasarkan komunikasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan penyedia layanan aplikasi.
Tingkatkan layanan
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seusai menjadi pembicara dalam seminar bertajuk ”Pemimpin Masa Depan yang Progresif” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin kemarin, menegaskan, peraturan baru dibuat agar masyarakat mendapatkan layanan terbaik dengan tetap mengutamakan aspek keselamatan.
”Peraturan ini dibuat dengan mendengarkan aspirasi semua pihak. Kami mendatangi sembilan kota untuk menjaring masukan dari pelaku usaha transportasi, baik yang berbasis aplikasi maupun yang konvensional,” ujarnya.
Dalam peraturan baru ini, pihaknya berusaha untuk berlaku adil terhadap angkutan berbasis daring dan angkutan konvensional. Salah satu caranya dengan menetapkan beberapa kebijakan, seperti pembatasan kuota kendaran yang ditetapkan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan atau gubernur provinsi setempat.
”Akan ada masa transisi untuk penerapan peraturan ini selama satu hingga tiga bulan. Sepanjang itu kami tetap akan meninjau apakah dampak dari penerapan peraturan ini sesuai dengan yang diharapkan,” ujarnya.
Budi mengingatkan bahwa angkutan daring adalah sebuah keniscayaan. Namun, pertumbuhan angkutan berbasis aplikasi juga harus dikendalikan agar memberikan dampak positif terhadap keberadaan angkutan yang masih beroperasi secara konvensional.
”Angkutan umum konvensional juga harus terus dipacu untuk berkembang dengan memanfaatkan teknologi informasi yang sudah menjadi keniscayaan. Kami terus minta kepada pengelola transportasi online untuk merangkul operator transportasi konvensional,” ujarnya.