KARANGASEM, KOMPAS — Semenjak penurunan status Awas ke Siaga, Sabtu (29/10) hingga Selasa (1/11), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG masih mencatat adanya aktivitas Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Aktivitas tersebut memang melambat, tetapi belum ada tanda-tanda menuju ke arah stabil.
Penurunan drastis terjadi pada semakin berkurangnya intensitas kegempaan yang tercatat setiap enam jam. Namun, badan gunung mendekati kawah masih mengalami deformasi (penggelembungan) meskipun melambat yang sebelumnya tercatat 6 sentimeter. Harapan penurunan status Siaga ke Waspada pun masih memerlukan parameter yang cukup menuju ke arah stabil.
Kepala Tim Tanggap Darurat Gunung Agung PVMBG Agus Budianto menjelaskan, pergerakan magma masih terpantau aktif meski melambat. Karena itu, status Siaga tetap dan menjadi perhatian serta kewaspadaan bersama.
”Kurangnya data dan fakta sejarah secara ilmiah mengenai letusan Gunung Agung di tahun 1963 membuat PVMBG harus terus waspada. Gunung Agung sepertinya memang memiliki karakteristik yang tak terduga dan sulit ditebak,” kata Agus.
Berdasarkan data kegempaan kemarin, tercatat 92 kali (vulkanik dangkal, vulkanik dalam, tektonik lokal) pada periode 18 jam dari pukul 00.00 Wita. Periode yang sama sebelumnya berjumlah sekitar 63 kali.
Menurut Agus, pihaknya belum dapat memastikan adanya penurunan lagi status gunung dari Siaga ke Waspada. ”Belum ada tanda-tanda semua parameter menunjukkan data yang sama menuju stabil. Magma pun masih mendesak dan penuh sekitar 4 kilometer dari kawah gunung,” paparnya.
Untuk memperkirakan tingkat stres dalam tubuh Gunung Agung, dilakukan analisis ambient noise cross correlation dengan menggunakan stasiun-stasiun seismik yang terpasang di sekitar Gunung Agung. Pada periode September hingga pertengahan Oktober 2017 teramati dengan jelas terjadi peningkatan stres yang relatif besar di dalam tubuh Gunung Agung. Namun, pada satu minggu terakhir ini teramati bahwa tingkat stres (tekanan) di dalam tubuh Gunung Agung mengalami penurunan.
Zonasi
Pengungsi status Siaga Gunung Agung masih kebingungan dengan batas-batas desa dari perluasan zona berbahaya 7,5 kilometer sejak diumumkan penurunan status pada Minggu (29/10) hingga kemarin. Mereka membutuhkan penjelasan lebih detail, tidak hanya batas desa, tetapi juga merujuk kepada dusun. Alasannya beberapa desa masuk dalam dua zona, sebagian masuk zona berbahaya dan sebagian di zona aman.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui tidak memiliki data akurat mengenai batas dusun/banjar masing-masing desa yang masuk zona berbahaya tersebut. Perluasan jumlah desa dari enam desa menjadi 15 desa merupakan hasil evaluasi pemetaan terbaru berdasarkan data BIG 2017.
”BNPB berupaya memaksimalkan mana saja batas desa yang masuk zona merah di status Siaga. Jika warga menuntut akurasi hingga ke tingkat dusun, BNPB belum memilikinya karena data yang tersedia tidak valid,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Bernadus Wisnu Widjaja.
Ia meminta para perbekel atau kepala dusun bersama petugas BNPB memetakan bersama dusun-dusun zona berbahaya tersebut. Selain itu, pihaknya juga memperbaiki peta zona yang bisa diunduh melalui Google Maps di telepon pintar. Dalam peta tersebut tertera warna dan petunjuk di mana saja zona berbahaya 7,5 kilometer.
Sejumlah pengungsi, berdasarkan pantauan Kompas, kemarin, mulai meninggalkan lokasi pengungsian, seperti di Ulakan, Karangasem, dan GOR Kapten Sujana, Denpasar. Namun, beberapa pulang dengan alasan pada Rabu (1/11) ini merayakan Galungan untuk bersembahyang. Seusai bersembahyang, mereka berencana kembali ke pengungsian untuk meminta penjelasan soal batas dusun zona berbahaya. (AYS)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.