SLEMAN, KOMPAS — Kementerian Perhubungan menyatakan, pengaturan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi daring bertujuan untuk melindungi semua pihak, termasuk konsumen dan pengemudi angkutan daring. Apabila pengoperasian angkutan daring tidak diatur, dikhawatirkan muncul berbagai masalah, misalnya konflik antara pengemudi angkutan daring dan awak angkutan konvensional.
”Aturan yang diterbitkan itu untuk menjamin kepastian hukum, kepastian usaha, dan perlindungan bagi para pelaku usaha di lapangan,” kata Direktur Angkutan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana dalam acara sosialisasi aturan tentang angkutan daring, Senin (6/11), di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Cucu menjelaskan, pada 24 Oktober 2017, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengesahkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Aturan itu diterbitkan untuk mengisi kekosongan aturan terkait angkutan daring setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan sejumlah poin terkait angkutan daring dalam Permenhub No 26 Tahun 2017.
Menurut Cucu, ada sejumlah poin utama terkait angkutan daring yang diatur dalam Permenhub No 108 Tahun 2017, antara lain terkait tarif, kuota, wilayah operasi, asal kendaraan, kepemilikan kendaraan bermotor, dan sertifikat registrasi uji tipe. Ia mengakui, sejumlah substansi yang diatur dalam Permenhub No 108 Tahun 2017 itu sebenarnya sama dengan pasal-pasal yang telah dibatalkan oleh MA.
Kemenhub memutuskan untuk memunculkan kembali aturan terkait poin-poin yang dibatalkan MA karena poin-poin tersebut dinilai sangat penting. Apalagi, lanjut Cucu, sejumlah pihak yang diajak berdialog oleh Kemenhub juga meminta agar poin-poin yang telah dibatalkan MA itu kembali diatur.
”Kemenhub sangat menghormati putusan MA. Tetapi, dalam hal ini (angkutan daring), negara harus hadir karena apabila poin-poin yang sudah dicabut MA itu tidak diatur lagi, di lapangan akan terjadi konflik-konflik,” ungkap Cucu.
Kemenhub sangat menghormati putusan MA. Tetapi, dalam hal ini (angkutan daring), negara harus hadir karena apabila poin-poin yang sudah dicabut MA itu tidak diatur lagi, di lapangan akan terjadi konflik-konflik.
Ia menambahkan, Permenhub No 108 Tahun 2017 merupakan jalan tengah untuk menciptakan keadilan bagi pelaku angkutan daring dan angkutan konvensional. Peraturan itu juga penting untuk memberikan perlindungan bagi semua pihak terkait, termasuk pengemudi angkutan daring.
”Dengan adanya Permenhub No 108 Tahun 2017, teman-teman pelaku angkutan daring akan mendapatkan perlindungan dan legitimasi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Cucu berharap, para pelaku usaha angkutan daring, baik operator maupun pengemudi, segera menyiapkan diri untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diatur dalam Permenhub No 108 Tahun 2017. Sesuai dengan Pasal 88 Permenhub No 108 Tahun 2017, aturan tersebut mulai berlaku pada 1 November 2017.
Namun, semua pihak, termasuk pemerintah daerah, pengusaha angkutan daring, pengemudi angkutan daring, dan perusahaan aplikasi, diberi waktu maksimal 3 bulan untuk memenuhi berbagai ketentuan dalam aturan tersebut.
”Waktu tiga bulan ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar bisa mengikuti apa yang sudah diatur dalam Permenhub Nomor 108 ini,” ucap Cucu.
Kepala Dinas Perhubungan DIY Sigit Sapto Rahardjo mengatakan, pihaknya segera memulai proses penyusunan peraturan gubernur (pergub) sebagai aturan turunan dari Permenhub No 108 Tahun 2017. Beberapa poin yang akan diatur dalam pergub itu antara lain mengenai tarif dan kuota angkutan daring.
”Namun, sebelum mengambil keputusan, tentunya kami akan menggelar dialog dulu dengan semua pihak, termasuk pelaku angkutan daring,” katanya.
Sementara itu, paguyuban pengemudi angkutan daring di DIY masih menyatakan keberatan dengan sejumlah poin dalam Permenhub No 108 Tahun 2017. Sekretaris Jenderal Paguyuban Pengemudi Online Jogjakarta Yasser Arafat menuturkan, pihaknya keberatan dengan Permenhub No 108 Tahun 2017. Sebab, permenhub itu hendak memosisikan angkutan daring sebagai angkutan umum. ”Padahal, mobil yang kami pakai untuk angkutan daring ini, kan, tidak pernah diniatkan menjadi angkutan umum,” lanjut Yasser.