Bibit Dikirim ke Malaysia, Sagu di Maluku Terus Dibabat
Oleh
Frans Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemerintah dinilai mengabaikan eksistensi sagu sebagai pangan lokal di Maluku. Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, populasi tanaman sagu anjlok dari sekitar 100.000 hektar pada era 1960-1970 menjadi 58.000 hektar pada 2016. Kepunahan sagu kini tinggal menunggu waktu.
Hal tersebut disampaikan pemerhati sagu dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Max Luhukay kepada Kompas di Ambon, Selasa (11/7). Data tersebut merupakan hasil penelitian Unpatti bersama Dinas Pertanian Provinsi Maluku, sedangkan data sagu pada era 1960-1970 diambli Max bersama tim dari temuan beberapa peneliti asal Belanda.
Max yang juga anggota Badan Pengelolaan dan Pelestarian Sagu Maluku mengatakan, penurunan populasi sagu semakin cepat dalam tiga tahun terakhir setelah pemerintah menggenjot swasembada pangan yang hanya diukur dari produksi padi, jagung, dan kedelai. Sejak itu, pembukaan lahan terjadi di mana-mana, termasuk dengan menebang pohon sagu.
Penurunan populasi sagu semakin cepat dalam tiga tahun terakhir setelah pemerintah menggenjot swasembada pangan yang hanya diukur dari produksi padi, jagung, dan kedelai. Sejak itu, pembukaan lahan terjadi di mana-mana, termasuk dengan menebang pohon sagu.
Seperti contoh, pada 2015 sebanyak 350 hektar hutan sagu di Desa Besi, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, dialihfungsikan menjadi areal untuk tanaman padi, jagung, dan aneka tanaman hortikultura. ”Informasi yang juga kami dapat bahwa akan dibabat lagi sekitar 350 hektar tanaman sagu,” katanya.
Kawasan di pesisir utara Pulau Seram yang dinamakan dataran Pasahari itu mulai ditempati transmigran sejak 1990. Kini pemerintah pusat dan daerah ingin menjadikan daerah itu sebagai sentra pangan di Maluku. Sagu akan ditebang lalu diganti dengan padi, jagung, dan kedelai. Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang terus mengekspansi hutan sagu.
Menurut dia, pemerintah harus memberi porsi yang cukup untuk pengembangan sagu, seperti diamanatkan dalam Peraturan Daerah Maluku Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Sagu. Di Maluku juga sudah terbentuk Badan Pengelolaan dan Pelestarian Sagu Maluku dengan Ketua Said Assagaff, Gubernur Maluku kini. Namun, sejak 2014 perjalanan lembaga itu mulai suram.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, sagu sebagai makanan lokal mulai ditinggalkan kebanyakan generasi muda di Maluku. Selain persepsi keliru yang menganggap sagu sebagai makanan inferior, redupnya pamor sagu juga disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih menonjolkan pengembangan padi, jagung, dan kedelai.
Sagu sebagai makanan lokal mulai ditinggalkan kebanyakan generasi muda di Maluku. Selain persepsi keliru yang menganggap sagu sebagai makanan inferior, redupnya pamor sagu juga disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih menonjolkan pengembangan padi, jagung, dan kedelai.
Padahal, kandungan gizi di dalam sagu tidak kalah dengan beras. Unsur karbohidrat, misalnya, kandungan di dalam sagu tak beda jauh dengan beras, yakni 84 gram pada setiap 100 gram beras atau sagu. Upaya mengangkat pamor sagu perlu dilakukan lewat diversifikasi pangan ke dalam bentuk aneka kue kering atau panganan lainnya (Kompas.id 6/11).
Max yang juga tercatat sebagai anggota Badan Pengelolaan dan Pelestarian Sagu Maluku menjelaskan, dalam satu hektar terdapat lebih kurang 100 rumpun sagu. Dalam satu rumpun terdapat 2-4 pohon. Setiap tahun, satu hektar menghasilkan 30-40 pohon siap panen. Satu pohon memproduksi 600-700 tepung sagu basah yang setelah dijemur menjadi tepung sagu kering yang bobotnya separuh dari tepung basah.
Sementara itu, Wardis Girsang, pengajar pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unpatti, menambahkan, jika di Maluku sagu diabaikan, di Malaysia sagu terus dibudidayakan terutama di Serawak. Jika di Maluku masih berupa hutan, di Malaysia sudah dalam bentuk perkebunan. Banyak bibit sagu dari Maluku dibawa ke Malaysia.
Kini, Malaysia merupakan negara pengekspor sagu terbesar di dunia. Untuk negara tujuan Jepang, kata Wardis, dalam satu tahun Malaysia mengirim 200.000 ton-300.000 ton tepung sagu kering. Di Jepang tepung sagu dijadikan bahan dasar produksi mi. Kelebihan sagu adalah tidak ada kandungan gula yang berpotensi menimbulkan penyakit diabetes.
Sementara itu, hingga Selasa kemarin Pemerintah Provinsi Maluku belum menjelaskan tentang meredupnya pamor sagu di Maluku. Kompas berusaha mendatangi Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Maluku dan Dinas Pertanian Provinsi Maluku, tetapi belum ada jawaban. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku Diana Padang tidak merespons panggilan telepon dan pesan singkat.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.