Obat dan Kosmetik Dimusnahkan
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 4.568 barang ilegal berupa pangan, obat tradisional, dan kosmetik dengan nilai ekonomi Rp 2,7 miliar, Selasa (7/11), dimusnahkan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh, di Banda Aceh. Barang ilegal yang paling banyak ditemukan adalah kosmetik. Tingginya permintaan diduga memicu maraknya penyelundupan dan peredaran barang ilegal. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh Zulkifli mengatakan, barang ilegal itu merupakan barang-barang yang habis masa berlaku atau kedaluwarsa dan tidak memiliki izin edar yang ditindak sejak 2016 hingga 2017. Operasi dilakukan di 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Barang disita dari swalayan, toko, dan warung. Zulkifli menambahkan, di antara barang yang dimusnahkan, produk kosmetik tanpa izin edar yang paling dominan. Ini terjadi karena warga masih mudah termakan promosi kemasan, tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang bagi kesehatan. Kosmetik ilegal yang paling banyak ditemukan adalah pemutih wajah produksi Malaysia dan China, di antaranya bermerek Vit E cream siang malam, natural, Kiss Proof, dan Naturgo. "Di kios-kios kecil di kampung barang ilegal itu dijual karena permintaan konsumen masih tinggi," kata Zulkifli.Selain kosmetik, obat tradisional tidak berizin juga banyak beredar. Obat tradisional seperti jamu dan obat vitalitas pria itu produksi dalam negeri dan umumnya berasal dari Jawa. Obat tradisional yang dimusnahkan di antaranya kapsul asam urat merek 17 bm, daun mujarab, tongkat ajimat Madura, dan urat madu. "Obat yang tidak memiliki izin edar berbahaya karena tidak melalui uji laboratorium," kata Zulkifli. Barang-barang itu dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur di tempat pembuangan akhir sampah.Jalur lautProduk ilegal terutama produksi luar negeri itu masuk ke Aceh sebagian melalui jalur laut yang diselundupkan dengan kapal-kapal nelayan. Sementara produk dalam negeri dibawa melalui jalur darat. Lemahnya pengawasan di pintu masuk, kata Zulkifli, membuat barang itu mudah beredar di masyarakat. "BBPOM meningkatkan operasi di hilir, sementara di hulu longgar," ujarnya.Sepanjang 2017 BBPOM Aceh telah menangani sembilan kasus peredaran barang ilegal dan saat ini telah masuk dalam tahap penyelidikan. Kasus itu ditangani kepolisian dan kejaksaan. "Beberapa kasus sudah dilimpahkan. Mengedarkan pangan berbahaya itu termasuk kejahatan kemanusiaan. Saya berharap pelaku mendapatkan efek jera," ujar Zulkifli. Asisten I Pemprov Aceh Iskandar Gani mengatakan, pengawasan tidak cukup hanya mengandalkan BBPOM. Namun, masyarakat sebagai konsumen harus lebih waspada agar tidak teperdaya dengan iklan. Konsumen menengah ke bawah paling rentan terjerat tipu daya produsen pangan dan kosmetik ilegal. Sebab, harga jual murah dan mudah didapat."Masyarakat harus cerdas. Sebelum membeli barang, lihat masa kedaluwarsa, nomor izin, dan bahan yang terkandung," kata Iskandar. Ia meminta BBPOM agar meningkatkan sosialisasi ke desa-desa supaya masyarakat semakin cerdas dalam memilih pangan dan obat-obat yang aman bagi kesehatan. Untuk meningkatkan pengawasan, Zulkifli mengatakan, BPPOM Aceh akan membangun dua kantor perwakilan masing-masing di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Selatan. Konsumen juga dapat mengecek status barang yang beredar dengan menggunakan aplikasi cek BPOM yang dapat diunduh dengan telepon pintar. Setelah aplikasi diunduh, konsumen dapat memasukkan nomor BPOM yang tertera pada kemasan untuk mengetahui barang tersebut legal atau tidak. (AIN)