Sungai Ampal Tercemar, PDAM Balikpapan Siap Terima Sanksi
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·2 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Ombudsman RI Kalimantan Timur mengundang Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan, PDAM Balikpapan, dan beberapa pihak terkait, Rabu (14/11). Ini terkait dengan Sungai Ampal yang airnya mendadak berubah warna menjadi putih selama sekitar tiga jam, Oktober lalu, karena ada kerusakan pompa milik PDAM. Pihak PDAM kembali meminta maaf dan siap menerima sanksi.
Dalam pertemuan tadi sore tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan Suryanto memastikan kejadian itu adalah pencemaran lingkungan. Meskipun PDAM Balikpapan menyebut itu adalah air kapur, atau air cucian filter, yang disebabkan tidak berfungsinya pompa injeksi kapur.
”Kami sudah mengambil sampel air sungai Ampal saat kejadian 19 Oktober lalu dan mengecek di laboratorium Pertamina. Memang melampaui baku mutu. Ini sudah kategori pencemaran,” kata Suryanto.
Seperti diketahui, 19 Oktober lalu, air Sungai Ampal—atau kadang disebut Sungai Dam—di bagian hilir, wilayah Kelurahan Damai, Kecamatan Balikpapan Kota, mendadak berwarna putih. Satu jam pertama, air sungai berwarna putih susu. Dua jam selanjutnya, warna putihnya memudar, dan kembali menjadi normal (coklat). Setidaknya rentang aliran sungai yang terdampak ini 1-1,5 km.
Dalam pertemuan itu, hadir Direktur Utama PDAM Balikpapan Haidir Effendi dan Direktur Teknik PDAM Balikpapan Anang Fadliansyah. Menurut mereka, penyebabnya adalah pompa injeksi kapur—untuk menaikkan kadar keasaman atau pH—yang tidak berfungsi.
”Masyarakat mungkin menyebut itu limbah. Namun, dalam bahasa (teknis) kami, itu air gagal produksi, air cucian filter. Air ini tidak boleh terdistribusi. Kandungannya ya gamping, kapur. Meski tak layak konsumsi, air ini aman. Enggak sampai bisa membunuh ikan di sungai,” ujar Haidir.
Heri Sunaryo, pemerhati kebijakan publik dari LSM Stabil—pihak pelapor—mempermasalahkan pernyataan PDAM yang sempat menyebut air buangan tersebut lantaran kesalahan prosedur (SOP) dan tidak berbahaya. ”Tapi malah lalu dianggap PDAM sebagai bukan limbah,” kata Heri.
Dalam pertemuan itu, PDAM juga sempat menyebut kejadian tersebut adalah force majeure, keadaan yang memaksa dan tidak terhindarkan. Ini dipertanyakan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI (ORI) Kaltim Syarifah Rodiah.
”Kalau alasannya karena pompa injeksi tak berfungsi, itu ya soal perawatan, pemeliharaan, atau kelalaian. Kondisi itu masih bisa dihindari, beda dengan force majeure yang jelas-jelas tak terhindarkan,” kata Syarifah.
Pakar lingkungan dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Wawan Kustiawan, menyebut, ada kerugian ekosistem yang tidak tergantikan meski kejadian itu hanya beberapa jam. Heri menyebut, sejumlah ikan di sungai ini sempat terpantau mati saat kejadian tersebut.
Haidir meminta maaf kepada masyarakat dan pihaknya siap menerima sanksi. Suryanto mengatakan, dirinya akan melaporkan dulu hasil pertemuan ke Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, yang nantinya akan menjatuhkan sanksi ke PDAM Balikpapan.