SIDOARJO, KOMPAS — Penjualan tanah berpetak-petak atau kapling secara liar marak terjadi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Bisnis ini tumbuh subur seperti jamur pada musim hujan. Ironisnya, pelaku bisnis hanya berorientasi mengeruk keuntungan tanpa menyediakan fasilitas umum, seperti sarana jalan, saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan ruang resapan.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mengakui maraknya bisnis penjualan tanah kapling secara ilegal ini. Menurut Saiful, bisnis itu disebut ilegal sebab tidak berizin. Akibatnya, pemerintah daerah harus menanggung dampak hadirnya bisnis kapling liar ini.
”Contohnya, pemerintah harus membangunkan jalan saat kawasan itu tumbuh menjadi permukiman baru. Akan tetapi, tanah untuk pembangunan jalan itu tidak disediakan. Belum sarana umum lainnya, seperti jaringan air bersih dan tempat ibadah,” ujar Saiful Ilah dalam acara Rapat Koordinasi Tata Ruang Kabupaten Sidoarjo 2017 di Pendopo Delta Wibawa, Senin (20/11).
Bisnis penjualan tanah kapling secara liar ini terjadi karena tingginya kebutuhan rumah atau tempat tinggal di Sidoarjo. Pada saat bersamaan, harga perumahan yang disediakan pengembang sulit dijangkau, terutama kalangan pekerja bergaji minimum.
Sekretaris Daerah Djoko Sartono mengatakan, jumlah penduduk Sidoarjo saat ini mencapai 2,5 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 10 persen. Pertumbuhan penduduk itu terbesar bukan berasal dari kelahiran bayi baru, melainkan disebabkan oleh tingginya urbanisasi, yakni sekitar 7 persen.