Pengungsi Tidak Panik
KARANGASEM, KOMPAS — Warga sekitar lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, Bali, belajar dari pengalaman. Kini, tak ada kepanikan berlebihan atas naiknya status Siaga ke Awas, seperti 22 September lalu. Warga dengan tenang menuju lokasi-lokasi pengungsian yang telah disepakati.
Selasa (28/11) pukul 15.00 Wita, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan peringatan warga segera mengungsi dari zona merah 10 kilometer. Hal itu menyusul erupsi embusan abu vulkanik setinggi 4.000 meter dari kawah yang bercampur lontaran batu panas menyebar hingga radius 4 kilometer.
I Wayan Suparmi (36), warga Desa Peringsari, Kecamatan Selat, Karangasem, mengatakan, lebih tenang ketika mendapatkan informasi harus segera mengungsi. "Pentungan dibunyikan aparat desa, Minggu malam sebelum Gunung Agung berstatus Awas. Kami berkumpul di titik yang disepakati, Senin pagi. Lalu kami mengungsi ke GOR Swecapura, Klungkung," katanya.
Saat ditemui di GOR Swecapura, tempat pengungsian ditutupi terpal. Meski seadanya, kondisi hunian itu tampak rapi dan dilengkapi sejumlah barang yang dibawa dari rumah. Televisi, selimut, buku pelajaran anak, serta dokumen penting dibawa.
Di pos pengungsian Banjar Tojan, Klungkung, Nyoman Suarsana, warga Desa Duda Utara, Karangasem, mengatakan, 118 orang yang mengungsi di pos itu sepakat agar hanya para pria yang diizinkan memeriksa rumah. "September lalu, ibu-ibu juga ikut memeriksa rumah. Demi keamanan, hanya pria yang boleh memeriksa," ujarnya.
Pengungsi tak hanya berasal dari zona bahaya 10 kilometer. Hujan abu vulkanik juga menyebar terbawa angin hingga keluar dari zona bahaya. Warga Bebandem dan Sibetan ikut mengungsi secara mandiri.
Menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika, saat ini tercatat 40.000 orang dari 22 desa mengungsi akibat erupsi Gunung Agung. Kurangnya dana, logistik, dan akomodasi untuk pengungsi menjadi tantangan yang dihadapi Pemprov Bali.
"?Dukungan logistik berupa beras 25 ton per hari. Selain itu kami membutuhkan akomodasi, seperti terpal, selimut, peralatan masak, water treatment, tandon air, dan mobil tangki. Pengungsi juga perlu uang lauk-pauk Rp 10.000 per kepala keluarga setiap hari," ujar Pastika dalam konferensi langsung lewat video yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Kementerian Perhubungan, Selasa.
Logistik tercukupi
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjamin kebutuhan logistik pengungsi Gunung Agung di Bali tercukupi selama masa tanggap darurat bencana. Pemerintah pusat telah meningkatkan stok cadangan beras secara nasional menjadi 278.000 ton. Sebanyak 378 ton di antaranya didistribusikan ke Bali.
"Kementerian Sosial terus mengevaluasi kebutuhan logistik pengungsi karena jumlahnya diprediksi terus bertambah seiring kondisi erupsi Gunung Agung yang semakin kritis," ujar Khofifah di sela kegiatan penyaluran bantuan terhadap korban bencana angin puting beliung di Sidoarjo, Selasa.
Khofifah mengatakan, masyarakat terdampak erupsi di Bali tidak perlu khawatir tentang kebutuhan logistik, terutama bahan pangan pokok. Kemensos akan mengirim beras dari Surabaya melalui jalur darat ke Bali.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf telah menyiapkan bantuan untuk korban terdampak erupsi Gunung Agung di Bali. Bantuan itu antara lain tenda pengungsian, masker, obat-obatan, selimut, serta makanan dan minuman.
"Dana penanggulangan bencana tahun ini dianggarkan ada Rp 100 miliar yang belum habis. Bantuan tersebut diambil dari dana itu," ujar Saifullah.
Untuk membantu korban terdampak letusan, pemprov berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten di kawasan tapal kuda, yakni kota dan kabupaten Probolinggo, Jember, Lumajang, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. Jatim siap menampung pengungsi letusan Gunung Agung dari Bali.
"Bantuan akan disalurkan ke sana jika kami harus menampung korban dari Bali," kata Saifullah.
Dievaluasi
Sejumlah forum pertemuan yang diagendakan digelar di Bali akhir tahun 2017 hingga awal tahun 2018 akan dievaluasi.
Salah satunya Forum Demokrasi Bali (Bali Democracy Forum/BDF) ke-10 yang direncanakan digelar pada 7-8 Desember. Pertemuan internasional tingkat menteri itu diusulkan dipindahkan ke lokasi lain di luar Bali. "Itu (BDF) masih bisa dipindahkan (lokasinya). Misalnya dipindah ke Jakarta," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa.
Pemindahan lokasi pertemuan dilakukan mengingat Gunung Agung kini berstatus Awas.
Pemindahan tempat pertemuan juga akan memperlancar transportasi dan akomodasi. Sejak Senin lalu, penerbangan dari dan menuju Bali dihentikan.
Forum penting lain yang kemungkinan dievaluasi adalah pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia pada Oktober 2018. Keputusan akan diambil setelah melihat perkembangan Gunung Agung pada awal 2018.
Erupsi Gunung Agung, menurut Kalla, memengaruhi kondisi perekonomian di Bali. Kunjungan wisatawan ke Bali menurun seiring erupsi Gunung Agung.