SABANG, KOMPAS — Badan Ekonomi Kreatif membangun satu gedung bioskop terbuka di Kota Sabang, Provinsi Aceh. Keberadaan bioskop terbuka itu untuk mendorong budaya nonton film pada kalangan warga dan menjadi ruang bagi sinematografi lokal berkreativitas.
Peluncuran bioskop terbuka itu dilakukan Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Sungkari dan Wakil Wali Kota Sabang Suradji Junus. Pengoperasian bioskop terbuka itu bertepatan dengan Sail Sabang pada 28 November hingga 5 Desember 2017.
Bioskop itu diberi nama ”Misbar”, kependekan dari gerimis bareng dan gerimis bubar. Sesuai nama, jika hujan saat sedang menonton, penonton boleh bubar atau melanjutkan menonton. Meski hujan, film tetap diputar hingga selesai.
Rabu (29/11) malam, belasan pengunjung menonton film dokumenter 1880 mpdl. Film yang disutradarai Riyan Sigit Wiranto dan Miko Saleh itu adalah Film Terbaik Denpasar Festival Film 2017. Film tersebut bercerita kehidupan petani kopi di Aceh Tengah. Meski gerimis membasahi ruangan, penonton tidak beranjak. Berbekal jaket hujan yang dibagikan panitia, mereka mengikuti pemutaran film hingga usai. Pemutaran film dimulai pukul 19.30 hingga 23.00. Setiap malam diputar empat film, dua film pendek dan dua film panjang.
Misbar dibangun di Taman Kota Sabang Fair. Bangunannya terbuat dari baja ringan dan kayu. Bangunan tanpa atap dengan bangku bertingkat itu mampu menampung 120 penonton sekaligus. Gambar yang ditembakkan ke layar 6 meter x 4 meter sangat tajam. Itu karena peralatan yang digunakan berkualitas tinggi.
Wisatawan asal Banda Aceh, Afrizal (22), mengatakan mendapat pengalaman unik menonton film di bioskop terbuka. ”Selain filmnya bagus, suasananya berkesan karena sedang nonton tiba-tiba gerimis, untung ada jas hujan,” ucap Afrizal.
Infrastruktur film
Hari Sungkari menyebutkan, bioskop terbuka itu bagian dari infrastruktur ekonomi kreatif bidang perfilman. Keberadaan bioskop ini bukan hanya untuk meningkatkan minat menonton, melainkan juga untuk mendorong kreativitas pegiat sinematografi.
”Beberapa kali kami ke Aceh bertemu dengan komunitas-komunitas film, tapi mereka tidak punya wadah untuk mempresentasikan hasil karya mereka,” ujar Hari.
Dengan adanya bioskop, lanjutnya, film lokal mendapat tempat lebih luas. Promosi daerah dapat dilakukan lebih masif, apalagi Sabang merupakan kota wisata yang ramai dikunjungi wisatawan. ”Kami berharap, selain film, juga ada pertunjukan lain di sini kepada turis,” kata Hari.
Bioskop terbuka itu diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Sabang. Diharapkan pemkot memanfatkan fasilitas itu untuk membangun ekonomi kreatif di sektor film dan menjadi sarana pendidikan perfilman bagi warga.
”Apalagi kota ini merupakan kota yang sedang berkembang. Bioskop Misbar ini tempat hiburan dan memperoleh pendidikan,” ujar Hari.
Suradji Junus menuturkan, kehadiran bioskop Misbar akan dimanfaatkan sebagai ruang hiburan dan kreativitas komunitas sinematografi di Kota Sabang. ”Semoga semakin banyak anak muda di Sabang yang melahirkan karya film,” katanya.