PEKANBARU, KOMPAS — Aparatur Sipil Negara yang lebih dikenal dengan sebutan pegawai negeri sipil di wilayah Provinsi Riau mendominasi kasus-kasus korupsi sepanjang tahun 2017. Dari 103 terdakwa yang diajukan ke pengadilan dalam 92 berkas kasus korupsi sampai November 2017, 57 orang atau 55 persen di antaranya berasal dari kelompok pegawai berbaju Korpri itu.
”PNS yang korupsi mulai dari jabatan kepala dinas, staf ahli, kepala bidang, dan di bawahnya. Selain itu, masih ada 73 perkara yang sedang ditangani dalam proses penyelidikan. Tersangka sebagian besar PNS. Kami belum melakukan pemilahan asal PNS dimaksud, tetapi aparatur Pemerintah Provinsi Riau cukup besar,” kata Sugeng Riyanta, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, dalam ekspose kasus korupsi di Pekanbaru, Jumat (8/12).
Sugeng menambahkan, dalam kasus korupsi sepanjang 2017, pihaknya berhasil menyelamatkan keuangan negara Rp 17 miliar. Selain uang tunai, masih ada penyitaan aset berupa tanah, kebun kelapa sawit, mobil, dan barang lainnya senilai Rp 42 miliar. Jaksa juga berhasil menambah penerimaan negara bukan pajak dari pembayaran pidana denda dan uang pengganti Rp 12,1 miliar.
Pada waktu yang bersamaan, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hilir Bima Suprayoga menitipkan uang yang berhasil diselamatkan dari kerugian negara Rp 11 miliar di kantor Bank BRI cabang Bagansiapi-api. Menurut Bima, uang itu merupakan pengembalian dari perkara pembangunan Jembatan Pedamaran II tahun 2008 dan kasus korupsi dana pengelolaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Rohan Hilir tahun 2008- 2011.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Rokan Hilir Odit Megonondo, pengembalian uang itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Dari uang Rp 11 miliar yang diselamatkan, Rp 9 miliar hasil penyelamatan di tingkat penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Riau. Selebihnya dilakukan Kejaksaan Rokan Hilir dalam proses penuntutan.
Pelopor integritas
Di saat pegawai negeri sipil di Provinsi Riau banyak yang tersandung kasus korupsi, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman justru mendapat penghargaan sebagai Pelopor Integritas dan Transparansi Informasi Publik. Gelar itu diberikan oleh Komisi Informasi Riau dalam acara KI (Komisi Informasi) Riau Award 2017 yang diselenggarakan di sebuah hotel di Pekanbaru, Kamis (7/12) kemarin.
Pengamat sosial Riau, Rawa El Amady, mengungkapkan, penghargaan yang diberikan KI Riau itu bersifat mengada-ada, bahkan terkesan bermuatan politik terkait dengan rencana sang gubernur maju kembali dalam pemilihan kepala daerah tahun 2018.
”Dari data-data yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Riau, rasanya belum pantas gubernur menerima penghargaan sebagai Pelopor Integritas. Gubernur mungkin banyak bersuara mengajak pegawainya untuk menjunjung tinggi berintegritas, tetapi hasilnya minimalis.”
Wacana dan rencana yang belum memberikan hasil tidak layak diberi penghargaan. Masih hangat berita korupsi pembangunan tugu integritas yang diresmikan pada Hari Anti Korupsi 2016 yang melibatkan belasan PNS Riau menjadi tersangka. Penghargaan itu terlalu berat dan belum pantas,” kata Rawa.