Kisah Jejak Prasejarah di TN Babul
Di goa-goa ini, di antaranya terdapat jejak sejarah dan peradaban masa lampau berupa lukisan cadas berbagai bentuk, seperti telapak tangan, babi rusa, anoa, dan burung. Di goa-goa ini juga ditemukan peninggalan lain, seperti perhiasan manusia purba.
Ini pula yang membuat kawasan ini menjadi laboratorium alam untuk penelitian sejarah dan arkeologi. Atau, menurut istilah mereka, ”kotak hitam” peradaban manusia Sulsel.
Area Taman Nasional Babul berada di dua kabupaten, Maros dan Pangkep. Hamparan bukit karst di sini disebut terluas di Indonesia dan terluas ketiga di dunia setelah Tsingy di Madagaskar dan Shilin di China.
Perjalanan siang itu dimulai dengan melihat lukisan telapak tangan dan babi rusa berusia sekitar 5.000 tahun di dalam Leang-Leang. Kedua lukisan ini berada di dekat goa yang letaknya di ketinggian. Lukisan berada di dinding bagian atas luar, dekat mulut goa. Lukisan ini berupa telapak tangan berbagai ukuran yang bertumpuk satu dengan yang lain.
Taman Leang-Leang menjadi salah satu obyek wisata sejarah di Maros yang dikunjungi turis rata-rata 30 orang sehari, terutama Sabtu dan Minggu.
Goa tempat lukisan ini berada adalah bekas tempat tinggal manusia purba yang sisi dalamnya cukup nyaman. Ada bagian datar, ada bagian yang agak tinggi, dan ada lubang angin di bagian sisi lain yang membuat udara dan cahaya bisa masuk. Bersih, tidak ada kotoran sampah plastik kering.
Tak terlihat juga coret-coret vandalistis seperti di banyak tempat. Namun, tetap saja lukisanlukisan cadas ini terancam kerusakan, tidak oleh manusia ataupun hewan, tetapi oleh proses alamiah seperti jamur. Ini seperti terlihat di Leang Bulu Bettue dan Leang Timpuseng.
”Goa-goa yang ditinggali manusia purba dahulu adalah yang terpilih. Umumnya punya lubang udara dan cahaya serta bagian dalam yang cukup nyaman untuk ditinggali. Kebanyakan menghadap ke barat, berada di ketinggian, dan dekat sungai,” kata Budianto Hakim, arkeolog senior Balai Arkeologi Sulawesi Selatan.
Dari Leang-Leang, perjalanan dilanjutkan ke Leang (goa) Bulu Bettue. Di sini terdapat bekas ekskavasi yang baru ditutup September lalu. Di goa ini, pada 2016, arkeolog menemukan perhiasan manusia purba yang diperkirakan berusia 30.000 tahun, perhiasan tertua yang pernah ditemukan di Indonesia.
Leang Bulu Bettue adalah goa tembus sepanjang sekitar 400 meter. Beberapa waktu terakhir, peneliti memfokuskan ekskavasi di sekitar goa guna mencari jejak Toala atau manusia purba yang juga diyakini sebagai manusia pertama Sulawesi yang berusia sekitar sejuta tahun. Toala lebih tua daripada temuan manusia purba di Flores yang berusia 700.000 tahun. Sejumlah tanda dan jejak yang ditemukan selama ekskavasi mengindikasikan adanya Toala.
Perjalanan menyusuri jejak purba belum usai dan dilanjutkan ke Leang Timpuseng. Di goa inilah lukisan tangan berusia 40.000 tahun ditemukan pada 2014 dan menggemparkan jagat arkeologi dunia. Temuan ini meruntuhkan klaim Eropa tentang peradaban dan seni cadas tua di Spanyol.
Rammang-Rammang
Selepas siang, perjalanan dilanjutkan ke kampung karst Rammang-Rammang yang berada di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Maros. Menuju kampung ini, kami terlebih dahulu melewati hutan karst yang terhampar di sisi jalan.
Kami berperahu menyusuri Sunga Pute untuk masuk ke Kampung Rammang-Rammang. Perahu, lebih tepatnya biduk, disewakan antara Rp 200.000 dan Rp 500.000 per unit. Perahu ini bisa dimuati delapan orang untuk perjalanan dari dermaga ke Kampung Rammang-Rammang pergi-pulang. Besar kecilnya biaya bergantung pada jumlah penumpang yang diangkut.
Tak salah jika RammangRammang disebut kampung karst karena desa ini dikelilingi perbukitan dan hutan karst. Selama menyusuri sungai, bukit karst menghampar. Sebagian seperti payung, sebagian lain seperti batu berlapis, atau menara. Ada beberapa kafe dan persinggahan di sisi sungai. Duduk berlama-lama di sini terasa sejuk dan tenang.
Hampir setiap pagi atau sore, pegunungan ini tertutup kabut. Agaknya dari sini pula nama Rammang-Rammang yang berarti kabut berasal. Begitu tenangnya kampung ini hingga ada beberapa turis yang menyewa rumah. Penduduk menyediakan home stay dengan sewa satu rumah Rp 300.000 sampai Rp 350.000 per malam. ”Umumnya yang menginap orang asing. Mereka ingin melihat keluar masuknya kelelawar dari goa di bukit karst itu,” kata Irfan Mahmud, Kepala Balai Arkeologi Sulsel.
Di antara tebing, hutan, dan perbukitan karst yang mengelilingi Rammang-Rammang, ada banyak goa prasejarah. Ada pula Telaga Bidadari yang setiap sore akan menampilkan ”lukisan alam” saat bias matahari tenggelam memantul ke telaga.
Sejak beberapa tahun terakhir, Rammang-Rammang menjadi salah satu tujuan wisata alternatif. Keindahan, sejarah, pengetahuan, yang berbaur menyatu adalah daya tarik Rammang-Rammang.
Pemerintah setempat juga turut mempromosikan RammangRammang, di antaranya melalui lari lintas alam. Rammang-Rammang Run yang sudah beberapa tahun digelar cukup diminati. ”Ini juga salah satu cara kami menjaga situs-situs peninggalan sejarah di daerah ini. Jika warga melihat kekayaan ini bisa memberi dampak ekonomi melalui pariwisata, kami berharap mereka ikut menjaga kelestariannya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maros Rahmat Burhanuddin.
Perjalanan menyusuri jejak purba di TN Babul sore itu ditutup dengan menyaksikan ribuan kelelawar kecil keluar dari mulut goa, tepat saat matahari beranjak pulang. Karena menjelang petang, kami tak bisa menyaksikan iring-iringan kelelawar yang kabarnya, jika cuaca cerah, laksana jembatan udara.