SEMARANG, KOMPAS — Potensi perikanan tangkap di perairan utara dan selatan Jawa Tengah belum terserap ke pasar secara optimal. Kondisi tersebut dipicu rendahnya konsumsi warga dan infrastruktur pengolahan ikan yang belum mendukung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Lalu Muhammad Syafriadi, Kamis (7/12) di Semarang, mengakui, upaya promosi kepada masyarakat untuk mengonsumsi ikan belum maksimal. Bahkan, ikan dari Jateng justru lebih banyak dikirim ke luar daerah.
Data Pemprov Jateng menyebutkan, konsumsi ikan masyarakat hanya 26 kilogram per tahun. Jumlah ini masih yang terendah ketimbang provinsi lain.
”Tantangan bagi nelayan dan pengelola budidaya ikan tangkap untuk meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Produksi ikan sebenarnya surplus. Tantangannya menyediakan akses mendapatkan ikan-ikan berkualitas dengan harga terjangkau,” kata Lalu.
Pada 2016, produksi perikanan tangkap Jateng sebanyak 357.636 ton atau sekitar 27 persen dari produksi nasional. Jateng juga memiliki 33 pulau dengan garis pantai 791,73 kilometer.
Kendati memiliki sekitar 83 tempat pendaratan ikan, hanya terdapat 40 tempat pengolahan ikan di Jateng. Tempat pengolahan itu dikerjakan para nelayan sekaligus juragan ikan. Komoditas andalannya adalah ikan tongkol, bandeng, rajungan, dan kepiting. Hanya saja, hasil pengolahan ikan lebih banyak dijual ke luar kota, bahkan diekspor.
Potensi besar perikanan Jateng bisa dilihat dari komoditas dominan hasil tangkapan nelayan. Pada 2016, produksi ikan layang sebanyak 43.178,2 ton senilai Rp 334,4 miliar. Adapun produksi ikan kembung 12.461,6 ton senilai Rp 131 miliar, sedangkan ikan tongkol sebesar 8.873,3 ton dengan nilai sekitar Rp 96 miliar. Sementara jumlah nelayan sebanyak 142.764 orang dengan jumlah perahu mencapai 24.882 unit.
Ketua Aliansi Nelayan Indonesia Riyono menilai rendahnya konsumsi ikan di Jateng akibat kegagalan pemangku kepentingan setempat memberikan akses penyediaan hasil ikan laut kepada masyarakat. ”Mereka seperti tidak serius menggaungkan edukasi pentingnya makan ikan,” ujarnya.
Menurut Riyono, program perikanan tangkap di Jateng hanya sebatas menyediakan sarana pendaratan dan unit pengolahan ikan. Sementara jaringan pemasaran tidak ditangani secara serius. Salah satu indikatornya, pemerintah daerah tidak mampu menyediakan pasar ikan higienis untuk menjamin pasokan ikan segar kepada masyarakat. Selain ketersediaan pasokan, harga ikan juga mesti terjangkau oleh seluruh lapisan warga. (WHO)