BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Bakung di Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Kota Bandar Lampung, terbakar, Kamis (7/12). Api diduga berasal dari gas metana yang berlebih dan menguap sehingga menimbulkan percikan api.
Sesuai pantauan Kompas, hingga Kamis malam, pemadam kebakaran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung masih berupaya memadamkan api. Ada lima mobil pemadam dan 20 petugas yang dikerahkan untuk memadamkan api. Namun, api masih berkobar di area seluas 14 hektar itu.
Meski begitu, belasan pemulung tetap bekerja seperti biasa. Mereka memunguti sampah di dekat kobaran api. Asap hitam juga tampak membubung tinggi.
Asmun (52), salah satu saksi mata, mengatakan, kebakaran terjadi sekitar pukul 14.30. ”Awalnya, ada asap tembal, lalu tiba-tiba api membesar begitu saja. Kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk memadamkan api,” kata Asmun yang bekerja sebagai operator ekskavator.
Saat melihat api, Asmun langsung menghubungi petugas pemadam kebakaran. Petugas pun datang sekitar sekitar satu jam kemudian.
Yanto (40), salah satu pemulung, mengatakan, setiap tahun terjadi insiden kebakaran di TPA Bakung. Karena itulah, dia sudah terbiasa dan tidak panik melihat api yang terus menjalar di atas tumpukan sampah. ”Yang penting tetap hati-hati, jangan terlalu dekat dengan api atau terjeblos di tumpukan sampah,” ujarnya sambil memilah sampah.
Sekretaris BPBD Kota Bandar Lampung M Rizki mengatakan, penyebab kebakaran diduga berasal dari gas metana yang menguap sehingga menimbulkan percikan api. Menurut dia, kebakaran akibat gas metana ini hampir terjadi setiap tahun.
Dia menambahkan, petugas akan terus berupaya memadamkan api. Jika tidak dipadamkan, petugas khawatir api dapat menjalar ke perkebunan dan permukiman. ”Kami terus bersiaga di lokasi hingga api padam,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis TPA Bakung Setiawan Batin mengatakan sudah menginstruksikan petugas agar mengerahkan ekskavator untuk membantu petugas memadamkan api. ”Selain menggunakan air, pemadaman juga dilakukan dengan cara menumpahkan tanah di atas tumpukan sampah tersebut,” katanya.
Menurut dia, konsentrasi gas metana yang berlebih sebenarnya dapat diantisipasi dengan menguruk tumpukan sampah dengan tanah. Namun, pemerintah kekuranggan anggaran untuk pengadaan tanah sehingga hal itu tidak bisa dilakukan setiap hari.