INDRAMAYU, KOMPAS — Sebanyak 55 rumah di Kecamatan Gabuswetan dan Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, rusak diterjang angin puting beliung, Sabtu (9/12). Kejadian serupa masih bisa terjadi hingga Februari 2018 atau saat memasuki puncak musim hujan.
Di Gabuswetan, sebanyak 14 rumah di Desa Rancamulya rusak ringan setelah dihantam puting beliung. Sementara di Desa Sekarmulya 4 rumah rusak ringan. Kerusakan juga terjadi di Desa Plosokerep, Kecamatan Terisi. Setidaknya 37 rumah dan 2 mushala rusak.
Tak lama setelah kejadian, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) beserta Polres Indramayu dan TNI turut membantu warga memasang kembali genteng yang beterbangan itu di dua daerah itu.
Kepala Seksi Rehabilitasi BPBD Indramayu Saptaji Aminudin mengatakan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Jumlah kerugian masih dihitung. "Kejadian ini yang kedua dalam sebulan terakhir di Indramayu," ujar Saptaji.
Sebelumnya, pada awal November lalu, 228 rumah di Kecamatan Anjatan dan Kecamatan Haurgeulis rusak akibat puting beliung. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Saptaji berharap masyarakat semakin berhati-hati. Sebab, tak hanya menerbangkan genteng, puting beliung bisa juga menumbangkan pohon. Daerah rawan berada di Kecamatan Kroya, Haurgeulis, Terisi, Anjatan, dan Kecamatan Juntinyuat.
"Untuk itu, kami imbau masyarakat yang memiliki pohon rindang dan tergolong tua untuk segera mengurangi dahan atau menebangnya guna mencegah hal tidak diinginkan," ujarnya.
Kepala Subbagian Humas Polres Indramayu Ajun Komisaris Heriyadi mengatakan, sejumlah warga mengungsi ke balai desa setempat. Minggu malam, sebagian warga pulang ke rumah.
Prakirawan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jatiwangi, Ahmad Faa Izyn, mengatakan, puting beliung yang dapat mencapai 80 kilometer per jam terjadi karena adanya akumulasi awan kumulonimbus. Awan tersebut muncul saat musim hujan.
"Berdasarkan prediksi BMKG kami, puncak musim hujan berlangsung pada Desember-Februari 2018. Selama itu, masyarakat khususnya di daerah yang pernah terdampak puting beliung diimbau tetap waspada," ujarnya.
Kerugian Rp 600 miliar
Bupati Pacitan Indartato mengungkapkan, kerugian material akibat banjir dan longsor akhir November lalu, yang mengakibatkan 25 orang tewas dan 16.000 jiwa mengungsi, mencapai Rp 600 miliar. Taksiran itu pasti bertambah karena pendataan belum menyeluruh. Pemerintah Kabupaten Pacitan berupaya agar warga terdampak bencana terlindungi dari ancaman menjadi hampir miskin atau miskin.
Indartato saat dikonfirmasi dari Surabaya, Jumat (8/12) malam, mengatakan, banjir dan tanah longsor berdampak pada 6 kecamatan dari 12 kecamatan atau separuh wilayah "Bumi 1001 Goa". Bencana menghantam 33 desa/kelurahan dan merusak 4.610 rumah yang 1.720 di antaranya rusak berat sehingga perlu segera diperbaiki.
Bencana juga merusak sekitar 100 kompleks sekolah, 20 kilometer jalan di 80 ruas, 20 jembatan, dan sekitar 500 meter tanggul di 25 lokasi. Selain itu, menghancurkan sekitar 1.300 hektar sawah dan ladang serta membunuh 1.800 kambing dan sapi.
"Itu belum termasuk kerusakan harta benda, antara lain mobil, sepeda motor, perlengkapan dan peralatan rumah tangga. Belum diketahui juga berapa banyak warga yang kehilangan dokumen penting," ujar Indartato.
Bantuan dana uang tunai yang mengalir melalui rekening Pemkab Pacitan baru Rp 800 juta. Bantuan lain yang sudah masuk ialah bahan makanan, minuman, obat-obatan, pakaian, peralatan dan perlengkapan masak, mandi, cuci, serta kebutuhan bayi-anak.
Komandan Kodim 0801/Pacitan Letnan Kolonel Aristoteles HN Lawitang selaku Komandan Tanggap Darurat Bencana Pacitan menambahkan, sekitar 1.000 warga bertahan di pengungsian di 12 lokasi. Mereka tidak bisa kembali karena rumah rusak dan belum diperbaiki. "Kami mulai memperbaiki rumah-rumah yang rusak berat dengan tahap pertama hampir 500 unit," kata Aristoteles. (IKI/BRO)