BANDA ACEH, KOMPAS - Dalam tiga tahun terakhir sineas muda di Aceh terus bertambah dengan kualitas karya yang semakin baik. Hal itu terlihat dalam kualitas visual dan editing film yang dikirimkan dalam Aceh Fim Festival 2017 yang jauh lebih baik dibandingkan Aceh Film Festival 2015.
Ketua Yayasan Aceh Dokumenter Jamaluddin Phonna saat pengumuman pemenang Aceh Film Festival (AFF) 2017 di Banda Aceh, Minggu (10/12) mengatakan, dari sisi kualitas visual dan editing film AFF 2017 mengalami peningkatan. Namun, kata Jamaluddin, film lokal yang dihasilkan oleh sineas muda masih kurang mendapat apresiasi dari pemerintah. Jarang pemerintah mengadakan pelatihan bagi sineas muda. Infrastruktur perfilman di Aceh juga sangat minim.
“Kami butuh ruang menonton yang layak dan peningkatan kapasitas sineas,” kata Jamaluddin
AFF 2017 diikuti 9 judul film doumenter terdiri dari 5 film kategori umum dan 4 film kategori pelajar. Pada 2015 jumlah film yang masuk mencapai 50 judul. Sementara pada 2016 tidak diadakan kompetisi, namun fokus pada pengembangan komunitas film. “Tahun ini kami tidak mengejar kuantitas, namun lebih fokus meningkatkan minat penonton. Caranya dengan menghadirkan film-film berkualitas,” ujar Jamaluddin.
Film yang menang dalam dua katagori film yang diperlombakan merupakan film pertama yang dibuat oleh para sineas muda Aceg. “Ini menunjukkan generasi sineas terus tumbuh. Film juga menceritakan peristiwa lokal yang luput dari perhatian publik,” jata Jamaluddin.
Malam penganugerahan itu dihadiri tim film Night Bus yaitu aktor Teuku Rifnu Wikana, produser Darius Sinathrya, dan sutradara Emil Heradi serta para sineas lokal.
Teuku Rifnu Wikana yang merupakan Aktor terbaik pria Festival Film Indonesia 2017, memberi apresiasi terhadap film nominasi AFF 2017. Menurut Rifnu generasi baru sineas di daerah mulai tumbuh. Kehadiran sineas muda di daerah memperkaya perfilman nasional.
“Meski dengan peralatan sederhana mereka mampu melahirkan karya. Cerita sangat unik karena beranjak dari peristiwa lokal, namun penting untuk diketahui oleh orang luar,” kata Rifnu. Rifnu optimis dengan pendampingan yang berkelanjutan sineas muda di daerah mampu tampil di tingkat nasional
Pemenang festival untuk Kategori umum adalah Putra Andiswan (25) dan Galang Rambu Anarchi (19), mahasiswa Politeknik Aceh Selatan dengan judul film Ujian Negara. Sedangkan kategori pelajar dimenangkan oleh Ira Senjaya (17) dan Rukiyah (17) siswa SMA Unggul Kota Subussalam dengan film berjudul Ali.
Film Ujian Negara mengangkat potret buram pendidikan di desa terpencil Buloh Seuma, Aceh Selatan. Sekolah hanya diasuh oleh seorang guru. Murid tidak mendapatkan hak pendidikan yang layak. Putra dan Galang mengangkat kegelisahan anak-anak di Buloh Seuma. “Mereka tidak dapat pendidikan yang bagus, sementara mereka wajib mengikuti ujian nasional. Ada ketimpangan di sana,” kata Putra.
Sebelum produksi mereka mendapatkan pelatihan dari panitia. Bermodal kamera pinjaman film itu rampung dalam satu minggu. “Awalnya kami pegang kamera saja tidak paham. Tapi, ke depan kami ingin geluti lebih serius,” ujar Putra.
Pemenang kategori pelajar mengangkat kisah hidup Ali seorang anak yatim piatu di Subulussalam. Ali berjuang hidup dengan menjadi buruh di kebun sawit. Cerita humanis itu membuat dewan juri memilih film Ali sebagai pemenang. Namun di balik itu semua Ira sangat bahagia sebab karena filmnya itu Ali kemudian diangkat menjadi anak asuh Wali Kota Subulussalam.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.