DHARMASRAYA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Dharmasraya akan memulihkan 300 hektar area bekas tambang emas ilegal di Kabupaten Dharmasraya, Januari 2018. Area tersebut akan dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian dan pariwisata berwawasan lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dharmasarya, Erina, saat dihubungi dari Padang, Selasa (12/12), mengatakan, program tersebut merupakan proyek percontohan KLHK pada 2018. Program sama akan dilaksanakan di Bengkulu. Sebelumnya, program serupa dilakukan di Gunung Kidul, Yogyakarta, dan Belitung.
Menurut Erina, area bekas tambang emas ilegal di Dharmasraya yang akan dipulihkan berada di Sungai Nyunyu, Nagari Tebing Tinggi, Kecamatan Pulau Punjung, sekitar 190 kilometer arah timur Kota Padang.
”Saat ini aktivitas penambangan di sana sudah tidak ada lagi. Yang tersisa bekas penambangan seperti aliran sungai yang rusak dan tepi sungai penuh lubang galian,” kata Erina.
Saat ini aktivitas penambangan di sana sudah tidak ada lagi.
Diundur
Menurut Erina, program tersebut seharusnya dimulai tahun 2017 dengan alokasi dana Rp 2 miliar. Namun, karena ada perubahan pada Proyek Perencanaan Fisik (DED), program diundur ke Januari 2018.
”Dalam grand design ada 300 hektar. Namun, pada tahap awal, kita akan mulai dengan stimulan dari KLHK pada areal 5 hektar. Lokasi itu akan ditanami beraneka bambu sehingga bisa menjadi pusat penelitian bambu,” katanya.
Selain sebagai pusat penelitian bambu, kawasan yang akan diserahkan pengelolaannya ke nagari itu sekaligus akan dijadikan obyek pariwisata berwawasan lingkungan. Karena itu, peningkatan kapasitas masyarakat setempat dilakukan, misalnya melalui pelatihan kerajinan bambu.
”Program ini, selain untuk perbaikan lingkungan, juga agar bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Harapannya mereka tidak lagi menambang,” kata Erina.
Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Siti Aisyah mengatakan, selain bambu, di kawasan tersebut akan ditanam pohon karet dan tanaman penghasil bioenergi, misalnya kaliandra. Hal itu akan dilakukan secara bertahap, termasuk nantinya menggaet perusahaan swasta untuk ambil bagian. (ZAK)