Hutan Lokasi Pelepasliaran Orangutan Susah Didapat

BALIKPAPAN, KOMPAS -- Hutan yang ideal untuk pelepasliaran orangutan sangat terbatas dan susah dicari di Kalimantan Timur. Samboja Lestari, pusat rehabilitasi orangutan di Kaltim, baru memiliki satu lokasi, yakni Hutan Kehje Sewen, di Kutai Timur. Sementara, Kehje Sewen semakin penuh orangutan.

Communication Officer Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS)-yang mengelola Samboja Lestari-Nico Hermanu, Rabu (13/12), mengutarakan, saat ini Kehje Sewen sudah dihuni 80 orangutan “lulusan” Samboja Lestari. Kehje Sewen masih bisa untuk menampung lagi 70 orangutan.

Namun di sisi lain, masih ada 155 orangutan di Samboja Lestari yang masih “bersekolah”. Artinya, lokasi baru pelepasliaran, alias hutan ideal untuk orangutan, sudah sangat mendesak. Namun ternyata tidak mudah. Yayasan BOS belum mendapat lokasi kedua.

“Untuk mendapatkan Kehje Sewen juga sangat lama. Kami butuh 10 tahun untuk bisa mendapatkan 1 kawasan, yakni Kehje Sewen yang seluas 86.450 hektar. Itu pun belum bisa menampung seluruh orangutan di Samboja Lestari,” kata Nico.

Dokumentasi Yayasan BOS

Suasana pelepasliaran lima orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kaltim, Kamis (4/12).Dokumentasi Yayasan Borneo Orangutan SurvivalBorneo Orangutan Survival (

Kehje Sewen memenuhi beberapa syarat, yakni memiliki stok pangan alami yang cukup, dan populasi orangutan liar yang sangat sedikit atau tidak ada. Kehje Sewen juga aman dari kemungkinan eksploitasi di masa depan, dan ketinggiannya di bawah 900 meter dari permukaan air laut.

Kehje Sewen dikelola dalam skema Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI). Adapun PT RHOI mendapat izin pemanfaatan hutan ini untuk tempat pelepasliaran, tahun 2010 lalu. Dalam bahasa masyarakat Dayak Wehea, Kehje Sewen artinya orangutan.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Sunandar Trigunajasa mengutarakan, konservasi adalah kolaborasi besar yang hanya bisa dicapai berkat kerja sama berbagai pihak. “Hutan berkualitas tidak banyak lagi tersisa untuk orangutan, terlebih lagi orangutan rehabilitan,” ujar Sunandar.