Abdul Gani Silaban, Ketua Masyarakat Pemerhati Kopi Arabika Sumatera Lintong, mengatakan, kopi arabika sumatera lintong dinyatakan lolos mendapatkan sertifikat indikasi geografis (IG), akhir pekan lalu. ”Penyerahan sertifikat akan diberikan kepada petani pada Januari mendatang,” katanya, Rabu (13/12).
IG adalah penanda yang menunjukkan daerah asal suatu produk. Penerapannya bertujuan agar kopi itu memperoleh keterangan benar berasal dari kawasan indikasi. Kopi yang dipasok tanpa surat keterangan IG dapat dikenai sanksi berupa pemblokiran produk.
Gani menjelaskan, penyematan IG bagi kopi arabika sumatera lintong mengacu pada kondisi geografis hasil kopi yang tersebar di enam kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, yakni Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Paranginan, Onan Ganjang, dan Pollung. ”Enam kecamatan ini yang memproduksi kopi identik dengan nama kopi lintong karena memiliki kekhasan aroma dan cita rasa floral, karamel, lemon, herbal, tanah, dan sedikit pedas,” jelasnya.
Lintong dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbaik. Pada penilaian cita rasa kopi oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember pada Februari lalu, kopi dari enam kecamatan itu mendapatkan skor tinggi, yakni 86,44 hingga 89,25 untuk kategori kopi spesialti.
Saat ini pergeseran musim telah menyebabkan rendahnya hasil kopi pada panen raya tahun ini. Tahun lalu produksi kopi dari wilayah itu sekitar 9.000 ton biji kopi per tahun. Dari hasil itu, 80 persen diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan sejumlah negara di Eropa. Adapun luas lahan kopi di sana 11.000 hektar.
Namun, tahun ini produksi kopi lintong turun lebih dari 50 persen, yakni sekitar 4.000 ton biji. Jumlah itu tak mampu memenuhi tingginya permintaan dunia dan dalam negeri yang hampir 30.000 ton setahun.
Tingginya minat dan penilaian dunia akan kopi itu telah mengakibatkan banyak kopi dari luar daerah masuk ke wilayah Humbang Hasundutan lalu diberi label kopi lintong. ”Padahal, bukan kopi lintong. Tetapi karena dibawa masuk ke Lintong, lalu diekspor dengan menyematkan nama Lintong, harganya menjadi tinggi,” lanjutnya.
Melalui perlindungan IG, hanya kopi dari wilayah itulah yang bisa disebut sebagai kopi lintong. Perlindungan itu sekaligus sebagai jaminan bagi pembeli akan asal kopi yang diterimanya.
Tantangan lainnya adalah memastikan semua pelaku kopi mendukung penerapan IG. ”Termasuk pemerintah perlu memperkuat perlindungan IG melalui perda,” ujarnya.
Manat Samosir (50), pengumpul dan eksportir kopi di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, mengatakan, para petani dan pengumpul sangat diuntungkan dengan adanya perlindungan indikasi geografis kopi arabika sumatera lintong. Itu akan memberi nilai tambah mereka di pasar kopi internasional.
Selama ini banyak pembeli dari luar negeri yang tidak percaya diri memasarkan kopi lintong di negaranya. Tidak sedikit pembeli yang meminta agar kopi lintong diberi nama kopi yang sudah mendapat sertifikat IG, misalnya kopi gayo atau kopi mandailing. ”Padahal, skor cita rasa kopi lintong termasuk tinggi,” katanya.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Sumut Syahrida Khairani menyatakan mendukung penerbitan sertifikasi IG untuk sejumlah daerah di Sumut. Saat ini ada dua daerah mendapat sertifikat IG, yakni kopi arabika sumatera mandailing dan kopi arabika sumatera simalungun. Ke depan akan didaftarkan juga kopi samosir. (ITA/NSA)