Perubahan Iklim Picu Serangan Hama Meluas di Sumatera Utara
Oleh
·3 menit baca
Dewan Penasihat Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia (SCAI) Surip Mawardi mengatakan, dampak perubahan iklim telah dirasakan di kebun kopi dengan mengganasnya serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) dalam 5-10 tahun terakhir. Dicontohkan, serangan hama itu biasanya hanya sampai di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang suhunya kurang rendah.
Dua tahun terakhir, hama penggerek telah menyerang buah kopi di banyak lokasi kebun pada ketinggian tanam 1.400 mdpl. ”Sebelumnya hama penggerek tidak bisa hidup pada ketinggian 1.400 mdpl. Ini mengindikasikan pemanasan meluas membuat serangan hama pun meluas,” ujarnya, di Berastagi, Sumatera Utara, Jumat (15/12).
Ancaman lainnya, lanjut Surip, masih akan terus terjadi sehingga pemerintah dan pelaku usaha harus segera mengantisipasinya dengan upaya mitigasi. Misalnya, dengan terus meneliti dan mengaplikasi pemanfaatan benih kopi yang lebih tahan hama dengan hasil kopi yang baik. Petani juga perlu mendapat pendampingan tentang budidaya yang benar untuk menangkal hama meluas, seperti dengan menanam tanaman penaung, menjaga sanitasi kebun, dan menciptakan pembasmi hama yang ramah lingkungan.
Untuk mengantisipasi anjloknya produksi, ia juga mendorong penerapan tanam dengan beragam varietas. Jika serangan hama mengganggu populasi di satu varietas, varietas berbeda yang tetap bertahan masih bisa memberikan hasil untuk petani.
Menurut Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut Saidul Alam, selain menurunnya produksi kopi di Sumatera bagian utara sekitar 20 persen, produktivitas juga merosot. Sekitar 10 tahun lalu, sebatang tanaman bisa menghasilkan 3-5 kg biji kopi, kini hanya 1 kg. Persoalannya perubahan iklim dan diperparah belum maksimalnya perawatan tanaman.
Pantauan Kompas pada sentra-sentra kopi di Sumut, selama pekan ini, mendapati rendahnya produktivitas kopi arabika di kawasan Danau Toba, mulai dari Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, hingga Karo. Volume kopi yang diperdagangkan menurun. Gudang pengumpul kopi pun banyak yang kosong.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tanaman kopi pada akhir tahun ini belum juga memasuki panen raya. Puncak panen raya kopi di Sumut selama ini biasanya pada Oktober hingga Desember.
Di gudang PT Sumatera Specialty Coffees di Siborong-Borong, Tapanuli Utara, eksportir kopi yang biasanya mengumpulkan 4.000-5.000 ton biji kopi per bulan dari petani kini hanya sekitar 1.000 ton per bulan. ”Ini masa paling paceklik sejak kami buka tahun 2000,” kata Ahmad Supriyadi dari Humas PT SSC.
Dua gudang berukuran masing-masing sekitar 50 meter x 80 meter itu hanya berisi puluhan karung biji kopi. Krisis kopi itu juga terlihat di Pasar Pekan Siborong-Borong. Hanya satu karung berisi kurang dari 200 kg gabah kopi. Petani di pasar hanya menjual 1-10 kg biji kopi. ”Tahun lalu, saat musim panen seperti ini, kopi yang terkumpul di pasar ini 70 ton per minggu,” katanya. (NSA/ITA)