TASIKMALAYA, KOMPAS — Mitigasi bencana di kawasan selatan Jawa Barat masih lemah. Ribuan rumah rusak akibat gempa berkekuatan M 6,9 yang berpusat di Tasikmalaya, Jumat (15/12). Sebagian rumah yang rusak adalah korban gempa delapan tahun lalu.
Dede Wahyudin (35), warga Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, mengatakan, rumahnya rusak akibat gempa empat hari lalu. Kerusakannya serupa saat gempa besar menghancurkan kediamannya tahun 2009.
”Reruntuhan atap dan dinding akibat gempa Jumat malam menimpa istri dan kedua anak saya. Semuanya luka di panggul dan lecet di tangan dan kaki,” kata Dede, Senin.
Dede mengatakan, hingga kini, dia tidak pernah mendapat pelatihan tentang bencana alam. Dua kali menjadi korban, ia tidak tahu cara menyelamatkan diri atau membangun rumah tahan gempa.
Kepala Bidang Kesiapsiagaan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar Eko Damayanto mengakui, mitigasi risiko bencana alam di sebagian wilayah Jabar masih lemah. Banyak warga yang belum paham menghadapi ancaman bencana seperti gempa.
Keterbatasan personel kebencanaan di beberapa wilayah, kata Eko Damayanto, ikut membuat distribusi informasi risiko bencana terhambat. Keadaannya semakin memprihatinkan ketika fasilitas pendukung dan sistem deteksi dini bencana masih terbatas.
”Akan tetapi, ada beberapa daerah yang bisa menjadi contoh baik. Salah satunya di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Warga sudah tahu di mana titik kumpul aman saat terjadi gempa,” katanya.
Mandiri
Berada 70 kilometer dari pusat kota Tasikmalaya, mitigasi bencana di Kecamatan Cipatujah relatif lebih baik. Warga setempat kerap ikut simulasi bencana sehingga banyak rambu penunjuk jalur evakuasi tsunami terpasang di pinggir jalan.
Tidak hanya itu, sejak dua tahun lalu, warga Cipatujah secara mandiri membentuk lembaga Relawan Penanggulangan Bencana (RPB). RPB ini terkoordinasi langsung dengan BPBD Kabupaten Tasikmalaya.
Yati Rohayati (55), warga Kampung Pasanggrahan, Desa Cipatujah, mengatakan, rambu penunjuk jalur itu memudahkan dia lari ke tempat evakuasi.
”Saya dan warga lain sempat mengungsi ke titik evakuasi dekat kantor kecamatan sekitar 4 jam. Kami kembali ke rumah ketika mengetahui potensi tsunami telah dicabut,” kata Yati Rohayati.
Menurut Koordinator RPB Rahmat Saputra, pihaknya bersama polisi dan TNI setempat tidak kesulitan menjemput warga, terutama lansia. Mereka, kata Rahmat, sudah ada di titik kumpul yang disepakati sebelumnya.
”Dua tahun terakhir, sekitar 100 warga dilatih tanggap bencana. Jadi, mereka bisa saling menolong saat bencana terjadi,” ujarnya. (IKI/BKY)