JAKARTA, KOMPAS — Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) berpesan agar Natal dirayakan secara sederhana. Selain agar tidak boros, kesederhanaan juga sebagai bentuk keprihatinan serta solidaritas terhadap penderitaan dan kesusahan yang dialami orang lain.
”Kami menyarankan perayaan Natal secara sederhana, tertib, khidmat, dan damai. Natal dirayakan dengan kejernihan dan ketulusan hati,” ujar Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow, Rabu (20/12).
Selain itu, PGI juga menyarankan perayaan Natal tidak dilakukan dengan pengerahan massa. Sebab, selain membutuhkan dana besar, juga rentan dipolitisasi.
”Perayaan Natal datang dari kerelaan hati, bukan karena mobilisasi. Jangan sampai hari raya keagamaan seperti Natal dipolitisasi kepentingan politik tertentu,” ujarnya.
Perdamaian dan persatuan menjadi pesan utama Natal 2017. Pesan itu diperteguh untuk mengantisipasi potensi perpecahan bangsa seiring dinamika sosial politik yang terjadi sepanjang tahun ini.
”Gesekan-gesekan akibat perbedaan pandangan hendaknya tidak ditanggapi secara tergopoh-gopoh. Kami mengingatkan untuk menggunakan jalan perdamaian dalam menyelesaikan perbedaan sikap. Persatuan bangsa harus dijaga,” ujar Ketua Umum PGI Henriette TH Lebang.
Gesekan-gesekan akibat perbedaan pandangan hendaknya tidak ditanggapi secara tergopoh-gopoh. Kami mengingatkan untuk menggunakan jalan perdamaian dalam menyelesaikan perbedaan sikap. Persatuan bangsa harus dijaga.
Situasi sosial politik tersebut meliputi beragam isu. Selain potensi politisasi dalam perayaan Natal dan hari besar keagamaan, juga ancaman radikalisme dan terorisme, serta dampak perbedaan pandangan terkait pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Henriette mengatakan, setiap menjelang akhir tahun, PGI dan Konferensi Waligereja Indonesia selalu mengeluarkan pesan Natal bersama. Tema Natal tahun ini adalah ”Hendaklah Damai Sejahtera Kristus Memerintah dalam Hatimu” (Kolose 3: 15a).
Tema itu dianggap merefleksikan kondisi saat ini. Henriette berharap, umat Kristiani menemukan makna Natal yang utama, yaitu kasih dan kedamaian.
Menghadapi tahun 2018 yang berbarengan dengan pilkada serentak, Henriette berpesan kepada umat Kristiani agar tidak terjebak dalam isu agama. Dia khawatir, ego sektarian dalam berpolitik dapat memicu perpecahan.
Ketua IV PGI Albertus Patty mengatakan, pesan menjaga persatuan bangsa sangat penting kembali ditekankan dalam perayaan Natal. Sebab, dalam dua tahun ke depan, Indonesia akan memasuki tahun politik.
Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak dapat dihindarkan dalam Pemilu. Oleh sebab itu, gereja juga berperan agar perdamaian tetap dikedepankan dalam perbedaan tersebut.
Menurut Albertus, ancaman perpecahan bangsa juga dapat disebabkan faktor eksternal. Dia mencontohkan sikap Presiden Donald Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
”Sikap sepihak Trump itu menyebabkan pro-kontra di antara gereja-gereja. Persoalan Jerusalem sebenarnya masalah politik. Jadi, jangan sampai persoalan itu dijadikan isu agama di Indonesia karena dapat menimbulkan perpecahan,” ujarnya.
Persoalan Jerusalem sebenarnya masalah politik. Jadi, jangan sampai persoalan itu dijadikan isu agama di Indonesia karena dapat menimbulkan perpecahan.
Sikap soal perlunya perayaan Natal dengan sederhana juga disuarakan Keuskupan Agung Jakarta. Umat Katolik diminta merayakan Natal dengan kekhusyukan dan kesahajaan di gereja masing-masing.
Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Romo Vincentius Adi Prasojo Pr mengatakan, sebuah perayaan Natal harus sesuai dengan makna Natal itu sendiri, yaitu kesahajaan. ”Kristus lahir ke dunia dalam situasi yang penuh kesahajaan. Maka, perayaan natal harus konsisten dengan makna itu,” kata Romo Vincentius Adi Prasojo Pr, Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta.
Kristus lahir ke dunia dalam situasi yang penuh kesahajaan. Maka perayaan Natal harus konsisten dengan makna itu.
Menurut Romo Adi, sebagai sebuah ibadat, perayaan Natal membutuhkan tempat yang tepat sehingga tempat di luar ruangan, seperti Monas, tidak sesuai. ”Kalau merayakan Natal itu, ya di gereja karena gereja itu tempat ibadat,” katanya.
Mengenai ini, Keuskupan Agung Jakarta mengimbau, umat diajak untuk beribadat Natal dengan khusyuk. Terkait dengan tawaran itu, gereja tidak mengimbau untuk mengikuti dan lebih mendukung untuk perayaan Natal di gereja. ”Menjaga kesakralan,” kata Romo Adi. (DD17)