Menanti Wajah Baru di Ujung Negeri
Wajah pos lintas batas negara di Kalimantan Barat sudah bersolek. Namun, tak cukup melihat bangunannya berdiri megah, reformasi tata niaga perdagangan di sana ditunggu naik kelas demi kesejahteraan manusia.
Ada lima pos lintas batas negara (PLBN) di Kalbar. Selain Entikong di Sanggau, ada Aruk-Sajingan (Kabupaten Sambas), Nanga Badau (Kapuas Hulu), Jagoi Babang (Bengkayang), dan Jasa (Sintang).
Dari kelima PLBN itu, Entikong, Aruk-Sajingan, dan Nanga Badau mendapat perhatian besar pemerintah. Bangunan barunya diresmikan Presiden Joko Widodo pada tahun lalu.
Akan tetapi, hal itu tak menjamin PLBN berfungsi ideal. Aturan perdagangan di perbatasan masih berdasarkan Border Trade Agreement RI-Malaysia 1970.
Aturan itu mengatur warga perbatasan hanya bisa berbelanja di Malaysia paling banyak 600 ringgit atau setara Rp 2 juta per orang per bulan. Itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Ekspor-impor dalam skala besar masih terkendala.
”Selama ini, ekspor dari Kalbar harus melalui pelabuhan di Jakarta dan Sumatera, baru ke negara tujuan. Ini tidak efisien. Kalau PLBN bisa untuk ekspor-impor skala besar, daya saing daerah pasti lebih tinggi,” tutur Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar Santyoso Tio, Rabu (20/12).
Kalbar bukan sekadar daerah di ujung negeri. Beragam komoditas layak ekspor, terutama untuk Malaysia, ada di sana. Mulai dari karet, lada, minyak kelapa sawit mentah (CPO), hingga produk pertanian. ”Jika ekspor bisa dilakukan, banyak peluang bisa dimanfaatkan. Tidak hanya untuk daerah, tapi untuk negara,” kata Tio.
Selain menyumbang devisa, potensi industri di daerah juga berpeluang berkembang apabila PLBN diberi porsi lebih besar. Banyak lapangan pekerjaan baru bisa dimanfaatkan banyak orang. Tidak hanya di sekitar perbatasan, tapi juga daerah lain di sekitarnya. Tio yakin pengusaha akan melihat arti penting PLBN potensial untuk melancarkan usaha.
”PLBN Entikong dibangun sebagus sekarang bukan untuk jadi tontonan saja. Tujuan lebih besar, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah itu,” kata Wakil Ketua Kadin Kalbar Soetaryo.
Pemerintah daerah juga berharap hal serupa. Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mengatakan, posisi strategis Kalbar bakal lebih vital jika pintu kerja sama regional dibuka. Meningkatnya fungsi PLBN diharapkan bisa menjembataninya. ”Infrastruktur di perbatasan sudah dibangun bagus. Dengan kondisi itu, harus dicari cara agar keberadaannya bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Christiandy.
Ragu
Salah satu yang bakal terbantu dengan tata kelola perdagangan ekspor-impor adalah industri di tingkat hilir. Industri CPO di Kalbar yang mencapai 1,8 juta ton per tahun, misalnya. Saat ini, dari 51 perusahaan produsen CPO, hanya satu perusahaan yang sudah membuat minyak goreng.
”Peluang komoditas lain seperti lada dan karet hingga sektor pertanian terbuka lebar. Namun, manfaatnya belum optimal karena tata niaga belum diatur dengan baik,” katanya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman mengatakan, perbaikan tata niaga yang benar tak sekadar jadi peraup laba. Kebijakan itu bisa mengurangi praktik penyelundupan barang yang kerap terjadi di kawasan perbatasan.
”Saat jalur resmi tertata, pengawasan di sana pasti akan jauh lebih baik. Munculnya oknum nakal di jalur tikus bisa dicegah,” kata Eddy.
Akan tetapi, keyakinan pelaku usaha dan pemerintah daerah itu sepertinya belum akan lekas terwujud.
Pertengahan November lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan beberapa opsi. Salah satu pertimbangannya, apakah Indonesia benar-benar diuntungkan atau tidak jika pintu ekspor-impor itu jadi dibuka.
Namun, keraguan itu seharusnya tak tinggal lebih lama. Sebulan sebelumnya, Kementerian Pertanian sudah memulainya. Menteri Pertanian Amran Sulaiman melepas ekspor beras sebanyak 25 ton ke Malaysia melalui PLBN Entikong.
Beras yang dikirimkan itu adalah bagian surplus beras sebanyak 350.000 ton di Kalbar termasuk 50.000 ton di Sanggau.
Potensinya besar. Kebutuhan beras di Malaysia mencapai 1 juta ton per tahun.
Meski belum bisa mengirimkan sebanyak yang negara tetangga butuhkan, pengiriman itu setidaknya memberi bukti. Ekspor-impor bisa diinisiasi pemerintah melalui PLBN. Tak hanya jadi tempat keluar masuk manusia antar dua negara, tetapi juga memberi kesejahteraan bagi manusia di sekitarnya.
(Emanuel Edi Saputra)