Keberagaman Terjaga
PANARAGAN, KOMPAS — Kehidupan warga di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, menjadi potret keberagaman bangsa Indonesia. Di kabupaten itu, warga transmigran berbaur dan hidup harmonis dengan penduduk asli Lampung. Mereka saling berinteraksi dengan tetap menjaga identitas budaya masing-masing.
Hal itu terlihat saat Kompas berkeliling di Desa Mulya Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kamis (21/12). Desa yang dihuni keturunan generasi kedua dan ketiga warga transmigran asal Jawa Tengah dan Yogyakarta itu tetap melestarikan kesenian karawitan Jawa. Di Desa Tirta Kencana, warga suku Bali hidup berdampingan dengan warga suku Jawa dan Lampung.
I Wayan Marta (45), warga Tirta Kencana, mengatakan, kehidupan warga transmigran dan penduduk asli sudah harmonis sejak puluhan tahun lalu. Marta merupakan keturunan transmigran yang dilahirkan di Lampung. Sekitar tahun 1950, ayahnya mengikuti program transmigrasi ke Kabupaten Lampung Tengah.
"Saya pernah bekerja di Bali, tetapi memilih pulang ke Lampung, ke tanah kelahiran saya," katanya. Menurut Marta, tidak sulit beradaptasi dengan penduduk asli Lampung. Menurut dia, kuncinya adalah saling menghormati dan menghargai.
Sulis (30), warga Lampung, mengatakan, setelah berinteraksi selama belasan tahun, dia dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sulis kerap menyapa warga Jawa dengan bahasa daerah agar lebih akrab.
"Tetangga saya dari berbagai suku, kami sudah kenal dekat," ujarnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hasan Badri mengatakan, sekitar 80 persen penduduk Tulang Bawang Barat merupakan transmigran dari Jawa dan Bali. Mereka tersebar di sembilan kecamatan.
Tetangga saya dari berbagai suku, kami sudah kenal dekat.
Indonesia mini
"Tulang Bawang Barat ibarat Indonesia mini. Di sini, masyarakatnya beragam dan hidup harmonis," katanya.
Saat ini, kata Hasan, warga asli Lampung bermukim di 11 kampung tua yang tersebar di Kecamatan Pagar Dewa. Sebagian dari mereka masih tinggal di rumah panggung atau rumah adat Lampung.
Tulang Bawang Barat ibarat Indonesia mini. Di sini, masyarakatnya beragam dan hidup harmonis.
Menurut dia, pembauran warga transmigran dan warga asli terjadi sejak puluhan tahun lalu. Setiap suku memang memiliki kecenderungan hidup berkelompok dengan sesama suku. Akan tetapi, perkawinan antarsuku membuat pembauran adat dan budaya tersebut.
Dewan Penasihat Federasi Marga Empat Tulang Bawang Barat Hermani menuturkan, pada prinsipnya, warga asli Lampung terbuka pada warga pendatang. Meski begitu, dia berharap pemerintah juga memperhatikan pelestarian kampung tua di Tulang Bawang Barat.
Wisata sejarah
Dia mengatakan, warga Lampung kesulitan melestarikan rumah panggung karena kayu hutan semakin sulit dicari. Warga tidak punya cukup uang untuk membeli kayu yang harganya semakin mahal.
"Kami berharap, kampung tua di Lampung dilestarikan dengan menjadikan kampung itu sebagai tujuan wisata sejarah," katanya.
Bupati Tulang Bawang Barat Umar Ahmad menuturkan, pihaknya tengah menyusun konsep pembangunan Tulang Bawang Barat sebagai kota multikultural. Namun, untuk mewujudkannya, pemkab membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat karena keterbatasan anggaran. (VIO)