Bertahun-tahun Mereka Merayakan Natal di Atas Kapal
Oleh
·3 menit baca
Naomi Vetrua (50) berusaha menenangkan cucunya, Feby, bayi berusia tiga bulan yang menangis karena kepanasan di emperan ruang tunggu Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, Maluku, Kamis (21/12). Sudah lebih dari 24 jam mereka menunggu kapal untuk merayakan Natal di kampung halaman.
Sementara itu, Filipus Vetrua, suami Naomi, tampak gelisah. Semalam suntuk ia tak bisa
tidur lantaran menjaga barang bawaan yang tersisa setelah sebagian terbawa kapal perintis MA 02 pada Rabu petang. Barang-barang itu tak mungkin didapat kembali.
Kapal tersebut menuju kampung halaman mereka di utara Kepulauan Tanimbar yang berjarak sekitar 570 kilometer dari Ambon. Sebelum kapal berangkat, calon penumpang diminta menaikkan barang.
Setelah di atas kapal, sekitar 150 orang dipaksa turun karena kapal barang berukuran 1.332 gros ton itu hanya bisa mengangkut 30 orang. Padahal, berdasarkan pengalaman Filipus dan penumpang lain, kapal itu biasanya mengangkut lebih dari 100 orang.
”Kata petugas pelabuhan, kalau hari raya, ada orang dari pusat yang awasi. Katanya kapal barang, jadi tidak boleh angkut penumpang,” tutur Filipus.
Memang kapal barang tidak bisa mengangkut penumpang, tetapi itulah pilihan terbaik daripada pesawat yang tiketnya jauh lebih mahal. Tiket pesawat Ambon-Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Jumat hingga Minggu (22-24/12), habis terjual. Harga tiket keesokan harinya Rp 1,6 juta.
Nasib getir juga dialami Deli Nimasratu (69) yang dipaksa turun dari kapal. Deli, yang kaki kirinya menderita asam urat, bolak-balik ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Ambon. Ia ingin memastikan namanya terdaftar jika ada pelayaran tambahan.
Menderita empat hari
Derita penumpang kapal tidak hanya kedinginan atau kepanasan di ruang tunggu, tetapi juga saat berada di atas kapal. Mereka tidur beralaskan tikar seadanya. Jika angkutan penuh, mereka hanya bisa tidur dalam posisi duduk. ”Kalau di kapal itu nasib kami seperti tidur di kandang binatang,” ujar Ferdy, penumpang lain.
Rute dari Ambon ke utara Kepulauan Tanimbar menggunakan kapal perintis MA 02 ditempuh selama empat hari. Dari Ambon, kapal singgah terlebih dahulu di Kota Tual dan Kabupaten Kepulauan Aru. Bahkan, untuk sampai ke kampung halaman bisa memakan waktu lebih dari satu minggu karena mereka harus menumpang kapal lagi. Mereka tidak dapat merayakan Natal pada 25 Desember bersama keluarga.
”Kami rayakan Natal di atas kapal saja. Dari dulu seperti ini,” ucap Ferdy pasrah.
Ia pun menyinggung buruknya pelayanan angkutan laut di kawasan timur Indonesia sambil membandingkan kondisi di bagian barat Indonesia.
Koordinator Pos Komando Angkutan Laut Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 di Pulau Ambon Affan Tabona mengatakan, pengguna angkutan laut untuk momentum Natal dan Tahun Baru dari Pulau Ambon pada tahun ini diperkirakan melonjak 7 persen ketimbang tahun lalu yang hanya 48.523 orang.
Sayangnya, dari 11 kapal perintis yang berpangkalan di Ambon, tiga kapal rusak.
Beruntung, Kamis malam, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan kunjungan kerja ke Ambon. Atas perintah dari Menhub, para penumpang yang tak bisa diangkut kapal perintis MA 02 diangkut Kapal Negara (KN) Alphard.
Dengan menumpang KN Alphard, perjalanan empat hari bisa ditempuh dalam dua hari. Para penumpang yang terkatung-katung itu akhirnya bisa pulang ke kampung halaman.
Masalah transportasi laut di Ambon membutuhkan solusi. Semestinya mereka tidak perlu kehilangan momen Natal setiap tahun karena persoalan yang sama. (Frans Pati Herin)