Mulai Menata Hidup Baru di Rumah Sewa
Setelah tiga tahun hidup di pengungsian, Rostina beru Perangin-angin (45) kini menata hidup baru di rumah sewa bantuan pemerintah. Rumah dan ladangnya di Desa Jeraya, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, telah lapuk ditimbun abu vulkanis Gunung Sinabung tiga tahun ini. Meski demikian, semangat hidup pemiliknya tidak pernah terkubur.
Semangat itu terlihat ketika Rostina bermain dengan anak semata wayangnya, Dinda Resimen Sinuraya (1), di rumah sewanya di Desa Perteguhen, Kecamatan Simpang Empat, Jumat (22/12). Ia tampak bahagia.
Rumah yang ditempati Rostina adalah rumah berdinding tripleks berukuran sekitar 4 meter x 5 meter. Di dalam rumahnya hanya ada satu kamar berukuran 2,5 meter x 2,5 meter, sisa ruangan digunakan sebagai dapur dan ruang tengah. ”Meskipun rumah ini sederhana, kami bersyukur pemerintah memberi kami bantuan sehingga kami punya kesempatan memulai hidup baru,” katanya.
Meskipun hidup susah tiga tahun terakhir, Rostina tetap mendapat hikmah tinggal di pengungsian. Saat tinggal di pengungsian itulah ia justru dikaruniai seorang anak laki-laki, Dinda, setelah menanti selama 13 tahun berumah tangga. Dinda lahir dan tumbuh di pengungsian hingga kini berusia 1 tahun 8 bulan.
”Saya sempat hampir putus asa ketika hidup di pengungsian. Kehadiran anak saya ini memberi semangat baru bagi keluarga kami untuk memperjuangkan hidup,” kata Rostina.
Kehidupan di pengungsian bukan hal mudah. Satu ruangan pengungsian ukuran 10 x 10 meter, misalnya, bisa digunakan oleh 20 keluarga. Nyaris tidak ada ruang privat bagi keluarga. Relasi orangtua dan anak-anaknya terganggu. Mencuci baju hingga mandi harus dilakukan bergantian. Urusan jemuran tertukar saja bisa menimbulkan keributan.
Rostina adalah satu dari 2.117 keluarga yang kehidupannya serba darurat tiga tahun terakhir. Harapan untuk hidup yang lebih baik muncul ketika pemerintah memutuskan menutup pengungsian akhir tahun ini.
Sebanyak 1.769 keluarga telah mendapat bantuan uang sewa rumah Rp 4,2 juta dan sewa ladang Rp 2,2 juta per tahun per keluarga. Mereka telah meninggalkan pengungsian secara bertahap sebulan belakangan.
Sebanyak 348 keluarga lainnya akan mendapat hunian sementara dan bantuan sewa ladang Rp 2,2 juta per tahun per keluarga. Mereka masih tinggal di pengungsian menunggu hunian sementara selesai pekan depan.
Bagi para pengungsi, memulai hidup di rumah sewa adalah titik awal kehidupan baru setelah hidup bertahun-tahun di pengungsian.
Selama ini, meskipun tinggal di pengungsian, para pengungsi tidak sepenuhnya menggantungkan hidup pada bantuan pemerintah atau pemberi bantuan lainnya. Mereka memang memenuhi kebutuhan pangan dari jatah hidup bantuan pemerintah, tetapi mereka harus tetap bekerja untuk mencari biaya sekolah anak dan memenuhi kebutuhan sehari-hari di luar pangan. Hampir tidak ada anak-anak yang putus sekolah karena mengungsi. Sebagian besar pengungsi tetap bekerja menjadi buruh tani harian dengan upah sekitar Rp 70.000 per hari.
Saat ini sebanyak 348 keluarga yang berada di empat pos pengungsian juga tengah berkemas untuk segera pindah ke hunian sementara di Desa Ndokum Siroga, Simpang Empat. Asni beru Karo (50), pengungsi dari Desa Kuta Tengah, mengatakan, mereka akan memulai hidup baru di hunian sementara itu pekan depan.
Hunian sementara
Menurut Asni, berbagai masalah masih akan tetap mereka hadapi di kehidupan mereka yang baru di hunian sementara atau di rumah sewa. Namun, setidaknya mereka kini punya kehidupan privat dan bisa membangun keluarga dengan baik.
”Sebagai buruh tani harian, taraf hidup kami sangat menurun dibandingkan dengan ketika kami menjadi petani dengan kepemilikan lahan 2-5 hektar per keluarga,” katanya. Untuk meningkatkan taraf hidupnya, ia telah beberapa kali meminjam uang dari keluarga untuk menambah biaya sewa ladang dan modal bertanam cabai. Namun, sudah tiga kali ia gagal panen karena cabainya diterjang abu vulkanis. ”Baru-baru ini saya menanam 2.000 g tanaman cabai dengan modal sekitar Rp 5 juta. Namun, tanamannya rusak diterjang abu sehingga modal saya tidak kembali,” katanya.
Menurut Asni, bantuan sewa ladang dari pemerintah sebenarnya hanya stimulus saja. Harga sewa ladang di Kecamatan Simpang Empat mencapai Rp 10 juta per hektar per tahun. Itu pun harus disewa sekaligus selama lima tahun. Karena itu, para pengungsi hanya bisa menyewa lahan sekitar 1.000 hingga 2.000 meter persegi per keluarga.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanail Perangin-angin mengatakan, pada prinsipnya, pemerintah ingin mengembalikan para pengungsi pada kehidupannya. Mereka sudah sangat jenuh tinggal di pengungsian selama tiga tahun.
Selain menangani 2.117 keluarga pengungsi di pengungsian, selama ini pemerintah juga telah merelokasi 370 keluarga ke Siosar, Kecamatan Merek, Karo. Saat ini juga sedang berlangsung proses relokasi tahap kedua untuk 1.682 keluarga yang dilakukan secara mandiri dan ditargetkan selesai Maret 2018. Sebagian rumah untuk relokasi tahap kedua sudah dihuni. Relokasi tahap ketiga untuk 1.098 keluarga akan dimulai awal 2018 dan ditargetkan selesai dalam setahun.
(NIKSON SINAGA)