Ojek Makanan Balita untuk Atasi Gizi Buruk
Mendung yang menggelayut di atas Cekungan Bandung sejak pagi tak menyurutkan semangat Nok AS Fauzi (54) mengantar makanan untuk anak-anak dari keluarga miskin di pinggiran Kota Bandung. Setelah semua makanan dimasukkan tas besar, sekitar pukul 09.00, Bu Nok, panggilan akrabnya, segera menuntun sepeda motornya ke jalan.
Sejumlah ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas Ojek Makanan Balita (Omaba) termasuk koordinatornya, Vita Fatimah (50), membantu memasang tas besar di sepeda motor. Setelah semuanya terpasang, termasuk helm di kepala, Bu Nok berkeliling mengitari gang-gang sempit dan becek di lingkungan Kelurahan Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage.
Hari itu, Rabu (13/12), cuaca Bandung sedang tak ramah. Begitu pulang ke posko atau Dapur (cooking center) Omaba di Posyandu Aster RW 011, jaket Bu Nok basah kuyup. ”Kalau tidak segera diantarkan, makanan keburu dingin, nanti anak-anaknya tidak rewog (makan banyak),” ujar Bu Nok.
Itulah keseharian ibu-ibu dari komunitas Omaba dalam upaya mengatasi gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Riung Bandung, Cisaranten Kidul. Kegiatan itu berupa pemberian makanan tambahan untuk anak-anak kurang gizi selama 90 hari berturut-turut. Kegiatan dilakukan setelah proses validasi penimbangan anak berkala (setiap Februari dan Agustus) di posyandu.
Omaba merupakan pola pendistribusian pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan bagi balita penderita gizi buruk dan memastikan agar makanan itu dikonsumsi balita. PMT berupa makanan sehat siap santap itu dimasak secara sukarela oleh para ibu kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Dapur Omaba.
Dapur Omaba alias Dapur Keliling (Darling) merupakan inisiatif dari komite kesehatan kelurahan untuk menyediakan makanan sehat bagi kebutuhan gizi balita. Makanan disiapkan dari sayur-mayur yang berasal dari kebun yang ditanam warga. ”Hari ini kami memasak nasi tim ayam campur telur, bayam, jagung, serta pepaya,” kata Vita.
Susu pembagian dijual
Vita, yang juga Ketua PKK Kelurahan Cisaranten, menjelaskan, Omaba didirikan akhir tahun 2012. Hal itu didasari keprihatinan masih tingginya tingkat kematian ibu dan anak di wilayah tersebut. Padahal, program pemberian makanan tambahan di bawah koordinasi Puskesmas Riung Bandung melalui posyandu terus berjalan.
”Setelah kami selidiki, makanan berupa susu formula dan biskuit tidak diberikan kepada bayi mereka, tetapi dijual untuk membeli beras keluarga,” kata Vita.
PMT kala itu diberikan ke kelompok sasaran untuk satu periode waktu selama satu bulan. Penjualan susu diketahui karena ada warung yang menjual susu pembagian.
Berdasarkan hasil penelitian ibu-ibu PKK tersebut, susu formula pembagian itu dijual setengah harga lalu digunakan untuk membeli beras. ”Ironisnya, uang hasil penjualan makanan pembagian itu digunakan untuk membeli rokok oleh bapaknya,” tutur Vita.
Kepala Puskesmas Riung Bandung Sonny Sondari membenarkan hal itu. ”Program kesehatan dengan dana triliunan rupiah ternyata tidak sampai ke kelompok sasaran hanya karena faktor teknis distribusi,” ujar Sonny.
Melihat kondisi yang memprihatinkan itu, Sonny, Vita dan sejumlah kader posyandu di Cisaranten Kidul berembuk untuk mencari upaya agar makanan tambahan bagi balita gizi buruk bisa sampai ke sasaran. Respons ibu-ibu cukup baik.
Dicapai kesepakatan, makanan akan dibuat dan diantarkan sendiri oleh para ibu kader psoyandu ke rumah-rumah kelompok sasaran. Namun, ide itu belum bisa segera dilaksanakan karena muncul kekhawatiran soal kebersihan dan kesehatan bahan makanan.
”Kami khawatir, ada bahan makanan yang mengandung zat kimia. Padahal, anak-anak yang hendak diberi makanan itu bermasalah kesehatannya,” kata Vita. Selain itu, dana untuk pembelian bahan makanan tidak mencukupi kalau mengandalkan dana yang ada di puskesmas.
Persoalan itu segera teratasi setelah Pertamina melalui tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) membantu pendanaan, termasuk membangun dapur dan menyediakan sepeda motor. Kebetulan, wilayah kerja puskesmas ini terlewati pipa bahan bakar minyak Pertamina menuju Depo Pertamina di Ujungberung, Bandung timur.
Bantuan ahli gizi
Untuk masalah nutrisi dan kesehatan makanan, ibu-ibu PKK dan puskesmas itu bekerja sama dengan ahli gizi dari politeknik kesehatan (poltekes) gizi yang berada di bawah Kementerian Kesehatan, Bandung. Pada Maret 2013, program Omaba yang dijalankan komunitas (ibu-ibu PKK) dan pemerintah (puskesmas), didukung oleh akademisi (poltekes) dan Pertamina (pelaku usaha) mulai beroperasi.
Peran media, baik media sosial maupun televisi, muncul setelah Sonny diundang ke Istana oleh Presiden Joko Widodo
pada Agustus 2015. ”Saya juga kaget dan tidak menyangka langkah kecil kami telah jauh melampaui harapan,” kata Sonny.
Meski awalnya tertatih-tatih, model penta helix (pemerintah, pelaku usaha, komunitas, akademisi, dan media) yang muncul dari ibu-ibu di perkampungan pinggiran kota itu terus berjalan. Pada 2013, Omaba menangani 15 kasus anak kurang gizi, tahun 2014 menangani 13 kasus, dan tahun 2015/2016/2017 menangani 11 kasus beserta ibu hamil.
Mengapa kasus gizi buruk masih muncul di Cisaranten Kidul? Kawasan ini berada di pinggiran kota, dekat kawasan industri Bandung timur. ”Setiap tahun banyak pendatang dari luar daerah, bekerja di pabrikpabrik. Mereka membawa serta keluarganya dan tinggal di bedeng sederhana,” ujar Astuti dari RW 011.
Keluarga pendatang itu membawa anak-anak mereka. Keterbatasan keuangan dan pengetahuan membuat para orangtua tak mampu menyediakan makanan bergizi sehingga anak mereka berstatus gizi buruk.
September 2015, Dapur Omaba dipilih mengikuti verifikasi untuk ajang Kota Sehat tingkat nasional. Dari kegiatan itu, Kota Bandung mendapat hadiah Swasti Sabha Wiwerdha, kota sehat di bidang ketahanan pangan dan gizi. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pun menunjuk Komunitas Omaba sebagai tutor untuk pelayanan publik di Kota Bandung.
Februari 2016, Puskesmas Riung Bandung terpilih sebagai Top 99 Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (Sivonik) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sonny menyatakan, ide dan konsep Omaba sebenarnya sederhana, memberi makan kepada kelompok masyarakat yang tidak berdaya. ”Semua anggota tim menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Mereka menjalankannya secara tulus, konsisten, dan penuh komitmen,” ujarnya.
Sonny, Vita, Nok dan semua ibudi komunitas Omaba berharap inisiatif serupa tidak hanya diterapkan di Kota Bandung, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Diharapkan, tak ada lagi generasi muda yang tumbuh dengan gizi buruk. Dengan demikian, puncak bonus demografi yang mampu mendongkrak perekonomian nasional melalui pertumbuhan tenaga kerja produktif bisa dicapai Indonesia pada 2030.