”Serdadu Hitam” Bisa Mengolah Sampah
SURABAYA, KOMPAS — Lalat Hermetia illucens, yang dijuluki ”serdadu hitam”, berhasil dibuktikan menjadi pengolah sampah di laboratorium Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Lalat ini menghasilkan residu kompos dan larva kaya protein.
Hal itu disampaikan Prasetya Simbolon, Manajer Operasional Laboratorium Pengolah Sampah Puspa Agro di Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, Senin (25/12). Setidaknya produksi fluktuatif sampah di pasar sayur dan buah Puspa Agro, Desa Jemundo, sebanyak 3-5 ton per hari bisa dikurangi dengan teknologi bantuan Swiss ini.
Laboratorium pengolah sampah (LPS) bantuan Pemerintah Swiss bernama FORWARD ini beroperasi sekitar dua tahun di salah satu bagian pasar sayur dan buah Puspa Agro.
”Pemerintah Swiss mendanai laboratorium, staf, dan peralatan pada Pemprov Jatim untuk menemukan efektivitas peran lalat serdadu hitam. Kami mengolah sampah dan membiakkan lalat untuk mendekomposisi sampah yang didapat dari pasar lalu datanya dibagi dengan Pemerintah Swis,” kata Maulana.
Lalat serdadu hitam endemik Indonesia dan cuaca tropis, bukan dari luar Indonesia. Jadi, sepenuhnya aman untuk diaplikasikan. Bersama lalat rumah yang lain dan lalat buah, lalat ”serdadu hitam” mengonsumsi sisa makanan sayur dan buah. ”Dalam pengetahuan yang kami dapati, lalat serdadu hitam tak berbahaya, bukan vektor kuman seperti reputasi lalat rumah, dipegang anak-anak pun tidak berbahaya,” katanya.
LPS Puspa Agro menempati dua lokasi gudang luar ruangan yang beratap dan membiakkan lalat serdadu hitam hingga 12 kandang. Tidak setiap hari produksi sampah di Puspa Agro mencapai 5 ton karena ada fluktuasi dan musiman yang berlangsung dalam rentang mingguan. LPS mengambil sampah pasar sayur, memilah plastiknya, lalu mengolah sampah organik menjadi cacahan kecil untuk diumpankan pada lalat dalam kantong tertutup ukuran 2 meter kubik.
Kompos
Sampah sayur dan buah akan terurai menjadi kompos. Namun, kompos bukan tujuan budidaya Hermetia, melainkan larva atau bayi serangga.
”Satu kilogram larva bisa mencapai harga Rp 5.000. Ini lebih baik daripada harga kompos yang terlalu murah. Proses yang teknologinya sederhana ini bisa diadopsi petani yang memiliki pasokan bahan baku sampah sayur dan buah. Jika syarat harga sampah mencapai nol rupiah, hasil budidaya larva layak menjadi bisnis. Permintaan dari ternak ikan sangat tinggi karena larva lalat serdadu hitam tinggi protein, kata Audi, anggota staf laboratorium di LPS Puspa Agro.
Jika bahan baku sampah ada, hanya dibutuhkan alat pencacah sampah dan kantong-kantong pembiakan. Maulana mengatakan, lembaganya belum dikhususkan menjadi produsen larva, tetapi hanya mengamati efektivitas Hermetia. Produksi larva nya mencapai 10-20 persen bahan baku sampah tercacah. Sebanyak 40-30 sisa sampah menghasilkan kompos.
Produksi larva sudah terbukti efektif untuk pakan lele. Untuk ayam masih diobservasi nilai ekonominya, tetapi jelas lebih murah konsentrat. Serangga induk larva langsung mati 90 persen setelah telur menjadi larva, jadi tak banyak sisa produksi. Semua bisa dilepas ke peternak ikan. (ODY)