Peringatan tersebut digelar setiap tahun. Selain mengenang korban, juga untuk mengingatkan warga tentang pentingnya mitigasi bencana. Leupung termasuk kawasan paling parah tingkat kehancurannya saat tsunami 2004. Dzikir dan doa bersama digelar pada malam hari di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, peringatan gempa dan tsunami yang digelar setiap tahun merupakan bagian dari mitigasi bencana, yakni membangun ingatan kolektif bahwa Aceh pernah dilanda bencana besar. ”Bagi generasi yang lahir setelah tsunami akan tahu tentang tsunami,” kata Irwandi.
Irwandi menambahkan, pelajaran penting dari bencana itu membangun masyarakat yang sadar dan tangguh menghadapi bencana. Kearifan lokal seperti smong pada masyarakat Pulau Simeulue perlu dirawat. Dalam masyarakat Simeulue tsunami dikenal dengan smong. Saat tsunami 2004 warga Simeulue berhasil menyelamatkan diri karena tahu setelah gempa besar akan disertai gelombang dahsyat.
Sementara masyarakat Aceh di pesisir tidak memiliki pengetahuan tersebut. Ketika air laut surut sebagian warga berhamburan ke laut untuk menangkap ikan. Beberapa menit kemudian warga dikejutkan dengan datangnya gelombang besar dengan kecepatan 1.000 kilometer per jam. Sebanyak 160.000 nyawa melayang.
Buku gempa
Gempa dan tsunami Aceh 2004 adalah bencana paling besar di abad modern. Namun, kata Irwandi, jika sejarah itu tidak diwariskan kepada generasi berikutnya, dampak serupa akan dialami oleh mereka saat tsunami terjadi lagi.
Oleh sebab itu, generasi sadar bencana harus disiapkan sejak dini. Pemprov Aceh akan menyiapkan buku tentang gempa dan tsunami sebagai bahan ajar pelajaran kebencanaan di sekolah-sekolah. ”Pelajaran kebencanaan masuk dalam muatan lokal. Ini penting agar generasi selanjutnya tidak lupa,” kata Irwandi.
Mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Aceh Faisal Adriansyah menuturkan, dalam sejarah paleotsunami atau tsunami purba, pada ribuan tahun lalu Aceh pernah diterjang gelombang raksasa. Perkiraan itu kian kuat setelah para ahli geologi menemukan 11 deposit tsunami di sebuah goa di Lhoong, Aceh Besar.
Namun, lanjut Faisal, sejarah bencana itu tidak dirawat dan tidak diwariskan kepada generasi selanjutnya. Akibatnya, pada 26 Desember 2004 warga tidak tahu bahwa jika setelah gempa akan disusul gelombang tsunami.
Irwandi menambahkan, setelah 13 tahun bencana dahsyat itu, Aceh telah bangkit. Pembangunan terus berlanjut. Aceh mengalami kemajuan pesat di bidang infrastruktur, ekonomi, dan sosial budaya. ”Tsunami dan perdamaian mengajarkan kita bahwa persatuan itu sangat penting,” ujar Irwandi. (AIN)