BANYUWANGI, KOMPAS — Pariwisata dapat menjadi sarana promosi untuk komoditas kopi lokal Banyuwangi. Petani kopi terus didorong untuk mengembangkan penginapan dan paket wisata yang menawarkan edukasi dan ekowisata kebun kopi.
Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Banyuwangi menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kondisi tersebut seharusnya tidak hanya menguntungkan bagi pelaku wisata, tetapi juga berdampak positif bagi petani kopi di Banyuwangi.
Pengembangan wisata berbasis perkebunan kopi mulai tampak di Lingkungan Lerek, Gombengsari, dan Kalipuro yang berjarak 14 kilometer dari pusat kota Banyuwangi. Sejumlah petani kopi mulai merintis rumah singgah (home stay) di perkebunan kopi miliknya.
Tak hanya disuguhi lanskap kebun kopi, wisatawan akan disuguhi pengalaman merawat tanaman kopi, memanen, dan mengolah hingga menyajikan serta menikmati sendiri kopi racikannya. Harapannya, pengalaman akan membuat wisatawan makin menikmati kopi banyuwangi.
”Kopi itu bukan sekadar minuman, tetapi juga pengalaman. Harapannya, wisatawan bisa menikmati kopi lokal Banyuwangi, hingga akhirnya mereka tertarik memasarkan kopi tersebut hingga ke luar Banyuwangi,” ujar Hariono Ha’o, petani sekaligus Ketua Komunitas Wisata Kopi Lerek-Gombengsari (Lego), di Banyuwangi, Rabu (3/1).
Rumah singgah
Sejak 2016, Hariono menyediakan kamar sebagai fasilitas rumah singgah bagi para wisatawan. Upaya tersebut diikuti sejumlah petani kopi lainnya. Hingga Desember 2017, tercatat ada 13 keluarga petani kopi yang membuka rumah singgah.
Hariono mengatakan, usaha rumah singgah membantu promosi hasil perkebunan kopi para petani. ”Sekitar 30 persen wisatawan yang pernah bertamu biasanya memesan kopi untuk dipasarkan di tempat asal mereka. Dalam sekali pemesanan mereka membeli sekitar 2 kilogram-5 kg kopi,” ujarnya.
Hal itu dibenarkan Hasan, petani kopi lainnya. Hasan mengatakan, membuka rumah singgah juga menjadi pemasukan sampingan bagi para petani kopi.
”Rumah singgah bisa menjadi pemasukan bagi keluarga petani kopi saat belum memasuki musim panen. Dalam setahun, musim panen kopi hanya pada Juli hingga September,” ujarnya.
Upaya pembukaan rumah singgah di sekitar perkebunan kopi diapresiasi Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Muhammad Yanuarto Bramuda. Menurut dia, wisata kebun kopi dapat menjadi destinasi alternatif bagi wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
”Wisata kebun kopi yang dikembangkan masyarakat membuat destinasi di Banyuwangi beragam. Wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi tidak hanya disuguhi keindahan alam, misalnya, Gunung Ijen dan Pulau Merah, tetapi juga dapat merasakan kehangatan masyarakat petani sekaligus kesejukan hawa perkebunan kopi,” ujarnya.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi kerap mengadakan pelatihan bagi pemilik rumah singgah. (GER)