Harga Kerap Anjlok, Petani Desak Pemerintah Beri Solusi
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS – Petani mangga di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mendesak pemerintah dapat mengatasi anjloknya harga mangga saat masa panen. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya hasil panen, sementara ongkos produksi bertambah.
”Setiap masa panen, pasti harganya jatuh. Mangga gedong gincu yang biasanya Rp 25.000 per kilogram anjlok hingga Rp 7.000 per kg untuk kualitas super. Kalau kualitas dua atau pilihan, harganya cuma Rp 3.500 per kg,” ujar petani mangga di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Edi Suwandi (46), saat ditemui Kompas di Indramayu, Jumat (5/1).
Masa panen mangga gedong gindu telah berakhir Oktober-November lalu. Saat ini, petani tengah memupuk dan memberi obat perangsang pertumbuhan pada tanaman mangga. Adapun masa panen berlangsung pada April nanti.
Edi meminta pemerintah dapat mengatasi anjloknya harga mangga saat musim panen nanti. Jika harga kembali jatuh, petani semakin terpukul. ”Produksi semakin turun karena curah hujan tinggi. Ada juga serangan lalat buah dan hama wereng. Petani bisa rugi besar,” ujarnya.
Dia mencontohkan, pada musim panen 2015, ia mampu meraup hingga 9 kuintal mangga dari 200 pohon dalam sehari. Akan tetapi, tahun lalu, ia hanya mampu memanen paling tinggi 4 kuintal manggga per hari.
Menurut Edi, petani tidak dapat menunggu harga membaik karena mangga merupakan komoditas yang tidak dapat bertahan lama. Apalagi, perubahan harga bukan lagi pada kisaran hari, melainkan jam. Sudah lazim, petani menjual mangga malam hari setelah panen pada sore harinya.
Mangga gedong gincu yang menjadi andalan ”Kota Mangga” berbeda dengan mangga khas lainnya, seperti cengkir, yang dapat bertahan lebih lama di pohon saat matang. Namun, harga mangga ini juga mengalami penurunan dari biasanya Rp 7.000 per kg menjadi Rp 2.700 per kg.
Mata rantai panjang
Petani mangga lainnya, Ade Hermawan, mengatakan, hanya harga jual yang dapat membantu petani. Saat ini, lanjutnya, petani menyemprotkan obat tiga hari sekali akibat tingginya curah hujan. ”Satu pohon itu bisa menghabiskan hingga Rp 10.000. Kalau kondisi normal, semprotan hanya seminggu sekali,” ujar Ade yang mengontrak 110 pohon mangga gedong gincu.
Mata rantai mangga cukup panjang, yakni petani-bakul kecil-bakul besar-eksportir mangga sebelum sampai ke pedagang eceran.
Ade berharap pemerintah dapat membenahi mata rantai komoditas unggulan Indramayu tersebut. Menurut dia, mata rantai mangga cukup panjang, yakni petani-bakul kecil-bakul besar-eksportir mangga sebelum sampai ke pedagang eceran. ”Ini yang membuat harga di tingkat petani kerap jatuh saat panen,” ujarnya.
Dia menuturkan, bakul kecil hanya terdapat di Indramayu, sementara bakul besar berada di Cirebon dan Majalengka, tetangga Indramayu. Akibatnya, ongkos produksi bertambah. ”Kami tidak punya pilihan mau jual ke mana selain ke bakul,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Indramayu Sutanto Jaya mengakui, harga jual mangga kerap jatuh saat panen. Untuk itu, pihaknya telah mengembangkan pola tanam tanpa musim (off season). Jadi, tanaman mangga dapat dipanen lebih dari dua kali setahun.
Berdasarkan laporan Indramayu dalam Angka, pada 2015, ketika musim kemarau panjang, dengan 491.494 pohon yang panen, produksi mangga mencapai 712.817,96 kuintal. Jumlah ini menyusut hingga 143.614,82 kuintal yang diperoleh dari 575.234 pohon pada tahun berikutnya.